Anak-Anak Suku Asmat Masih Terkendala Mengakses Pelayanan Pendidikan
25 persen anak Suku Asmat hanya menempuh pendidikan sampai kelas empat SD.
REPUBLIKA.CO.ID, AGATS -- Anak-anak warga Suku Asmat di Kabupaten Asmat, Papua masih banyak yang terkendala dalam mengakses pelayanan pendidikan tingkat dasar. Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan Asmat, Barbalina Toisuta mengemukakan, hampir 25 persen dari anak warga Suku Asmat hanya menempuh pendidikan sampai kelas empat sekolah dasar.
Menurut dia, faktor yang menghambat sebagian anak warga Suku Asmat mengakses pelayanan pendidikan dasar antara lain kondisi orang tua, yang hidup sebagai peramu dan sering berpindah dari satu tempat ke tempat lain. "Di sini untuk masuk sampai dia sekolah gratis, pemerintah juga beri bantuan. Tapi itu (putus sekolah) karena mereka tidak ada perhatian orang tua, karena mereka punya kalau di Asmat ini posisi mata pencariannya peramu," kata Barbalina.
Barbalina menjelaskan, misal mereka punya kampung, kalau misal mereka tidak dapat sumber pendapatan mereka pindah lagi. Ini sudah meramu yang tidak menentu.
Ia mengatakan, warga Suku Asmat bisa tinggal dan bekerja di hutan selama hampir satu tahun dan membawa serta anak-anak mereka. Kondisi yang demikian, ia melanjutkan, membuat anak-anak warga Suku Asmat kesulitan mengikuti jadwal kegiatan belajar di sekolah sehingga ada yang baru menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada usia 14 tahun, atau bahkan 18 tahun.
Selain itu, menurut Barbalina, warga Suku Asmat umumnya kurang memperhatikan pendidikan anak-anak mereka dan masih ada yang tidak mendaftarkan anak mereka untuk bersekolah. Dalam upaya meningkatkan akses anak-anak warga Suku Asmat terhadap pelayanan pendidikan, ia menjelaskan, pemerintah sudah menggratiskan biaya pendidikan serta keperluan sekolah seperti buku pelajaran dan seragam.
Menurut dia, Dinas Pendidikan juga menggandeng tokoh agama dan tokoh adat untuk menggerakkan anak-anak warga Suku Asmat ke sekolah. Selain itu, ia melanjutkan, pemerintah daerah menyediakan pusat kegiatan belajar masyarakat di perkampungan, perpustakaan, dan sekolah satu atap bekerja sama dengan keuskupan.
Dengan upaya-upaya tersebut, anak-anak warga Suku Asmat diharapkan bisa menempuh pendidikan sampai tuntas. "Mereka sebenarnya anak yang cerdas. Tapi hambatannya orang tua. Jadi anak-anak dikasih tinggal mandiri akhirnya mereka lupa sekolah, pergi untuk kerja cari makan," kata Barbalina.