Polusi Udara Akibat Kendaraan dan Apa Mobil Listrik Lebih Baik
Emisi karbon hasil pembakaran bahan bakar fosil pada transportasi menjadi salah satu penyebab pencemaran udara terbesar di dunia.
Permasalah terkait pencemaran di Indonesia sudah sangat banyak. Salah satunya adalah pencemaran udara. Polusi udara ini disebabkan karena kendaraan bermotor yang kita gunakan sehari-hari. Dokumen “Second National Communication” menjelaskan bahwa di tahun 2000 dengan jumlah emisi CO2 sebesar 240,877 Ggram meningkat menjadi 333,438. Ggram pada tahun 2005. Hingga saat ini penggunaan kendaraan bermotor berbahan bakar bensin menyumbangkan sekitar 1,13 kg emisi karbon dan melepaskannya ke udara.
Emisi karbon hasil pembakaran bahan bakar fosil pada transportasi menjadi salah satu penyebab pencemaran udara terbesar di dunia. Emisi karbondioksida mampu menyebabkan pencemaran udara hingga menyebabkan kerusakan bumi. Pada saat emisi karbon mencapai lapisan atmosfer akan terkonsentrasi dengan senyawa lain seperti nitrogen dioksida (N2O), metana (CH4), dan freon (SF6, HFC dan PFC) kemudian membentuk gas rumah kaca. Gas rumah kaca inilah penyebab peristiwa efek rumah kaca yang mengakibatkan menipisnya atmosfer bumi dan meningkatkan pemanasan global. Selain itu, emisi karbon juga mengakibatkan efek buruk bagi kesehatan, seperti menyebabkan permasalahan pada pernafasan, dan pada bidang ekonomi.
Dalam usaha membantu meminimalisir emisi karbon di udara, beberapa perusahaan otomotif mulai mencoba untuk membuat mobil listrik. Berdasar pada namanya, mobil listrik menggunakan daya listrik dan tidak menggunakan bahan bakar bensin. Sehingga, saat digunakan mampu mengurangi emisi karbon dari penggunaan BBM di udara. Nissan mengklaim bahwa mobil listrik mampu mengurangi pencemaran udara hingga 4,6 metrik ton gas rumah kaca, sehingga membuat mobil listrik lebih ramah lingkungan dibandingkan mobil berbahan bakar bensin.
Kepada kalian yang terpikir untuk membeli mobil listrik karena lebih ramah lingkungan, pernahkah kalian berpikir lebih jauh bagaimana proses pembuatan mobil listrik dan darimana asal energi listrik yang didapatkan? apakah mobil listrik masih lebih baik dari pada mobil berbahan bakar bensin?
Sejak sebelum tahun 2022, sudah banyak penelitian yang membandingkan mana yang lebih baik antara mobil listrik atau mobil berbahan bakar fosil. Sebenarnya, jika ada beberapa perubahan yang tidak dilakukan, maka mobil listrik belum sepenuhnya bisa dikatakan lebih baik dan lebih ramah lingkungan dibandingkan mobil bahan bakar bensin. Namun, semua berita itu sudah tenggelam dan tergantikan oleh berita mengenai pemasaran mobil listrik dan banyaknya kenyamanan yang diberikannya dan hal itu membuat peminat mobil listrik lebih melejit lagi.
Salah satu alasan mengapa mobil listrik masih kurang “ramah lingkungan” adalah karena pembuatan baterai mobil listrik. Mobil listrik tentunya akan memiliki baterai dengan ukuran yang besar untuk pasokan energinya. Pembuatan baterai mobil listrik tentunya membutuhkan banyak bahan-bahan dari alam, seperti litium, kobalt, grafit, terutama nikel. Tentunya untuk mendapatkan logam-logam tersebut membutuhkan proses penambangan, sedangkan penambangan merusak secara besar-besaran. Penambangan dan produksi bahan baterai listrik juga menyebabkan pencemaran di lingkungan tambang. Presiden Jokowi juga bekerja sama dengan beberapa perusahaan otomotif sebagai pemasok nikel yang dibutuhkan untuk baterai mobil, hal ini juga akan menyebabkan eksploitasi nikel secara masif untuk memenuhi pasar lokal dan global.
Baterai yang digunakan mobil listrik juga memiliki batas usia pakai, setelahnya menjadi tidak berfungsi dan harus mengganti dengan baterai yang baru. Limbah baterai mobil listrik tidak boleh ditangani secara sembarangan karena termasuk limbah elektronik. Penanganan limbah elektronik yang sembarangan akan beresiko membahayakan lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Selain masalah baterai, sumber daya listrik dari mobil listrik masih menjadi masalah besar. Di Indonesia penjualan listrik pada tahun 2021 mencapai 255,1 TeraWatt hour (TWh) yang lebih tinggi dari tahun sebelumnya yaitu tahun 2019 dengan penjualan listrik 243,1 TWh. Dengan adanya mobil listrik, maka kebutuhan dan konsumsi listrik di Indonesia akan meningkat. Indonesia masih mengandalkan PLTU untuk menjadi pemasok sumber listrik, sedangkan untuk menggerakkan pembangkit listrik pada tahun 2022 berdasarkan PT PLN ini membutuhkan setidaknya 115 juta sampai 125 juta ton batu bara untuk di bakar. Pembakaran batu bara dengan jumlah yang banyak dalam PLTU tentunya menghasilkan emisi karbon yang besar.
Hal-hal diatas mungkin bisa menjadi pertimbangan kalian dalam rencana memiliki mobil listrik. Jika kekurangan-kekurangan mobil listrik masih belum bisa diminimalisir, hal ini masih harus menjadi perhatian para pengembang otomotif di luar sana untuk memaksimalkan kendaraan listrik yang ramah lingkungan atau juga bisa mencari inovasi kendaraan yang bersumber daya dari energi alternatif lainnya, mungkin bisa menggunakan energi alternatif seperti air, angin, dan lainnya.