Ada Aturan Baru Devisa Hasil Ekspor, Justru Picu Pelemahan Rupiah?

Industri dinilai punya celah untuk mengakali kebijakan DHE SDA.

Republika/Thoudy Badai
Petugas menghitung uang dollar AS di tempat penukaran valuta asing.
Rep: Eva Rianti Red: Ahmad Fikri Noor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengamat Mata Uang Ibrahim Assuaibi menilai, kebijakan pemerintah mengenai aturan baru devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) memicu perlemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Mengutip Bloomberg, rupiah melemah 50 poin atau 0,31 persen menuju level Rp 16.278 per dolar AS pada penutupan perdagangan Selasa (18/2/2025). Pada perdagangan sebelumnya, rupiah berada di Rp 16.228 per dolar AS.

Baca Juga


“Kebijakan DHE SDA 100 persen setahun bakal menantang untuk eksportir. Kebijakan ini utamanya akan menganggu stabilitas kas usaha. Selain itu, kebijakan yang sama juga akan mengubah struktur permodalan para pelaku industri yang masih menggunakan bahan baku impor,” kata Ibrahim dalam keterangannya, Selasa (18/2/2025).

Disinyalir, para pelaku industri juga akan menanggung biaya yang lebih besar dari sebelumnya, terlebih modal kerja untuk melakukan impor berasal dari pinjaman bank. Kebijakan tersebut dinilai akan mengganggu arus kas eksportir, terutama bagi eksportir industri kecil dan sedang.

Namun, di samping itu, industri masih punya celah untuk mengakali kebijakan DHE SDA. Caranya, dengan melakukan under invoicing atau menempatkan devisa secara ilegal di negara yang memberikan instrumen penempatan yang lebih menggiurkan.

“Di sinilah tingkat kepatuhan pengusaha akan diuji untuk implementasi kebijakan ini. Apalagi, jika belum adanya instrumen keuangan yang menarik dan fleksibel bagi para eksportir untuk melaksanakan DHE SDA,” ujarnya.

Diketahui, selama 2024 kebijakan DHE SDA PP Nomor 36 Tahun 2023 hanya berhasil memasukkan 14 miliar dolar AS. Capaian itu jauh di bawah target pemerintah pada 2023 sebesar 40—49 miliar dolar AS, meskipun tingkat kepatuhan diklaim hampir mencapai 90 persen.

Sentimen Luar Negeri

Ibrahim melanjutkan, ada sejumlah faktor dari luar negeri yang menjadi sentimen terhadap pergerakan fluktuasi rupiah. Terutama adalah ketidakpastian yang berkelanjutan atas rencana Presiden AS Donald Trump untuk menerapkan tarif perdagangan, bahkan ketika Trump mengisyaratkan bahwa tarif timbal baliknya pada mitra dagang AS baru akan dikenakan pada April mendatang.

“Namun laporan selama akhir pekan menunjukkan Uni Eropa sedang mempertimbangkan kontrol impor pada barang-barang AS tertentu, sebuah langkah yang dapat menandai peningkatan ketegangan perdagangan dengan AS,” kata Ibrahim.

Dia menjelaskan, Trump pada pekan lalu mengenakan tarif 25 persen pada semua impor baja dan aluminium, meningkatkan kekhawatiran atas tindakan pembalasan dari negara lain. “Selain itu, pasar tetap waspada terhadap suku bunga AS yang tetap tinggi untuk waktu yang lebih lama,” ujarnya.

Gubernur Federal Reserve Christopher Waller diketahui mengatakan pada Selasa bahwa meskipun ia tidak melihat tarif Trump menyebabkan lonjakan besar dalam inflasi, ia masih mendukung untuk mempertahankan suku bunga tetap stabil untuk waktu yang lebih lama. Komentar Waller muncul setelah data minggu lalu menunjukkan inflasi AS tumbuh lebih dari yang diharapkan pada bulan Januari.

“Fokus investor minggu ini akan tertuju pada rilis risalah rapat Federal Reserve pada bulan Januari untuk mengukur bagaimana para pembuat kebijakan telah berupaya mempertimbangkan risiko perang tarif yang lebih luas menyusul kebijakan perdagangan Presiden Donald Trump,” jelasnya.

Data minggu lalu menunjukkan harga konsumen AS meningkat pada laju tercepat dalam hampir 18 bulan pada Januari, memperkuat pesan Fed bahwa mereka tidak terburu-buru untuk melanjutkan pemotongan suku bunga di tengah meningkatnya kekhawatiran ekonomi.

Berdasarkan analisisnya mengenai berbagai sentimen, baik dalam negeri maupun luar negeri terhadap rupiah, Ibrahim memprediksi pada perdagangan selanjutnya rupiah masih melanjutkan pelemahan.

“Untuk perdagangan Rabu, 19 Februari 2025, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 16.260—Rp 16.320 per dolar AS,” tutupnya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler