Calon Mahasiswa yang Gagal UTBK-SBMPTN Jangan Patah Semangat

Nizam mengatakan, masih banyak jalur untuk menuju kesuksesan.

Wihdan Hidayat / Republika
Ilustrasi. Calon mahasiswa yang belum berhasil lolos seleksi Ujian Tulis Berbasis Komputer-Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UTBK-SBMPTN) diminta untuk tidak patah semangat.
Rep: Ronggo Astungkoro Red: Ratna Puspita

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon mahasiswa yang belum berhasil lolos seleksi Ujian Tulis Berbasis Komputer-Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UTBK-SBMPTN) diminta untuk tidak patah semangat. Plt Dirjen Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi Kemendikbudristek, Nizam, mengatakan, masih banyak jalur untuk menuju kesuksesan pada masa mendatang.

Baca Juga


"Yang belum berhasil, itu adalah keberhasilan yang tertunda. Masih banyak pintu-pintu keberhasilan yang lain yang insyaallah menanti adik-adik sekalian untuk membukanya. Jadi jangan langsung patah semangat. Tetap semangat," ujar Nizam dalam konferensi pers di Gedung Kemendikbudristek, Jakarta, Kamis (23/6/2022).

Nizam mengatakan, ada 1.000 jalan menuju sukses. Karena itu, dia menyampaikan, jangan hanya karena tidak lolos UTBK-SBMPTN calon mahasiswa menjadi patah semangat. "Jadi jangan hanya gara-gara tidak lolos seleksi jalur SBMPTN kemudian mutung begitu ya. Tetap semangat raih cita-cita dan kebelumberhasilan itu adalah keberhasilan yang tertunda," kata dia.

Data Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT) menunjukkan Ujian Tulis Berbasis Komputer-Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UTBK-SBMPTN) 2022 diikuti oleh 800.852 orang peserta. Dari jumlah tersebut, yang berhasil lolos ada sebanyak 193.810 orang peserta atau 24,07 persennya.

"Total peserta 800.852, yang diterimanya 193.810 atau 24,07 persen," ungkap Ketua LTMPT, Mochamad Ashari.

Ashari merinci lebih lanjut total penerimaan mahasiswa tersebut berdasarkan kelompok ujian sains dan teknologi (saintek), sosial humaniora (soshum), dan campuran. Untuk di kelompok ujian saintek, dari total peserta 359.791 orang, yang diterima hanya 24,65 persennya atau 88.703 orang. 

Untuk soshum dari total peserta 372.714 orang, yang diterima 86.801 orang atau 23,29 persennya. "Untuk yang campuran pesertanya 68.347, yang diterima 17.306 atau 25,32 persennya," jelas Ashari.

Sementara itu, Psikolog Anak, Alzena Masykouri, mengingatkan pentingnya peran keluarga, terutama kedua orang tua, dalam membantu remaja mengelola emosi kecewanya apabila tidak mendapatkan apa yang diharapkannya lewat seleksi tersebut. "Hindarkan ngomel atau mengungkit-ungkit kesalahan remaja. Beri pelukan erat sebagai tanda kita menghargai usahanya dan menerima kekecewaannya. Dengan doa dari orang tua, remaja akan mampu untuk bangkit dan melanjutkan perjuangannya demi mendapat kursi di jurusan dan perguruan tinggi yang diinginkannya," ujar Alzena kepada Republika.

Alzena mengatakan, mendapatkan jurusan di kampus pilihan tentu menjadi dambaan semua remaja yang sudah lulus SMA. Harapan tersebut harus diimbangi dengan usaha. Namun, kata dia, ada kalanya harapan belum sesuai kenyataan. 

Seorang remaja, yang tak lama lagi akan masuk masa dewasa, tentu paham adanya faktor risiko dalam seleksi tersebut, yakni tidak diterima atau tidak sesuai harapan. "Kecewa karena harapan tidak terpenuhi adalah wajar. Kecewa adalah bagian dari emosi yang bisa dirasakan oleh manusia. Diterima emosi kecewanya, apalagi mengingat usaha yang sudah dilakukan," kata dia.

Menurut Alzena, remaja yang sehat pasti mampu mengelola emosi kecewanya dengan baik. Kekecewaan atau kesedihan yang muncul, kata dia, biasanya akan semakin berkurang kadarnya seiring berjalannya waktu. Remaja, kata dia, dapat melakukan pengelolaan emosinya dan tidak terjebak dalam berbagai "seandainya".

"Ingat, masih ada jalur lain yang bisa ditempuh dan harus dipersiapkan dengan segera dan sungguh-sungguh demi impian," jelas Alzena.

Dia juga menerangkan, adanya perguruan tinggi swasta (PTS) menjadi salah satu jalan keluar yang dapat dipilih oleh seorang remaja yang tidak mendapatkan apa yang diharapkannya lewat SBMPTN. Alzena menyebutkan, hal tersebut dapat menjadi bagian dari rencana para remaja setelah lulus SMA selain mendaftar di PTN atau sekolah kedinasan.

"Bagian dari rencana setelah lulus SMA bisa meliputi PTS atau sekolah kedinasan. Pada masa penentuan sekolah lanjutan, peran orang tua sangat penting. Bukan semata karena biaya, tapi memberi arahan dan pertimbangan jalan mana yang bisa ditempuh untuk mencapai cita-cita," terang dia.

Alzena menjelaskan, masuk ke PTN identik dengan persaingan yang ketat. Hanya sekitar 20-25 persen saja calon mahasiswa yang dapat diterima dalam setiap tahunnya. Dia mengingatkan, masih ada cara atau jalur lain untuk dapat menggapai cita-cita. Hanya perlu disesuaikan dengan kemampuan dan kesanggupan masing-masing.

"PTN identik dengan persaingan yang ketat. Sekitar 20-25 persen saja yang diterima. Menuju ke Roma, bisa melalui berbagai cara. Tinggal kita sesuaikan dengan kemampuan dan kesanggupan," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler