Pelapor Khusus PBB Minta ASEAN Dekati Myanmar
ASEAN diminta berperan dalam menangani krisis di Myanmar
REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Pelapor khusus PBB tentang situasi hak asasi manusia di Myanmar Tom Andrews meminta negara-negara di ASEAN melakukan pendekatan yang sama terkait Myanmar.
Menurut Andrews, dalam keterangan tertulis diterima di Kuala Lumpur, Jumat (24/6/2022), sangat tidak mungkin mengatasi masalah yang berkaitan dengan para pengungsi Myanmar yang mencari perlindungan di Malaysia dan negara-negara lain di kawasan itu tanpa secara langsung dan efektif menangani krisis di dalam negara tersebut.
"Biar saya perjelas, pengungsi dari Myanmar ada di sini karena mereka dipaksa datang ke sini. Ketidakmampuan mereka untuk kembali ke rumah mereka di Myanmar secara langsung terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia junta militer dan perang terhadap rakyat Myanmar," ujar dia.
Saat ini, menurut Andrews, Malaysia tidak hanya mengakui fakta tersebut, namun juga bersedia, melalui kata-kata dan tindakan Menteri Luar Negeri Saifuddin Abdullah untuk menantang ASEAN mengkaji ulang kebijakan mereka saat ini terkait Myanmar, untuk beralih dari kebijakan "noninterference" ke "non-indifference". Malaysia, ia mengatakan, telah menyuarakan fakta yang jelas bahwa setelah lebih dari satu tahun, tidak ada yang bergerak, dan itu membuat lebih banyak orang terbunuh dan terpaksa meninggalkan Myanmar.
Saifuddin, menurut Andrews, tidak hanya menyerukan ASEAN untuk melibatkan Pemerintah Persatuan Nasional Myanmar, tetapi juga mulai berhubungan dengan Menteri Luar Negeri Pemerintah Persatuan Nasional Zin Mar Aung. Sebelumnya ia mengatakan dalam kunjungannya delapan hari di Malaysia, berkesempatan untuk duduk berhadapan dengan lusinan laki-laki dan perempuan pemberani dan anak-anak yang melarikan diri dari kengerian yang telah melanda banyak wilayah di Myanmar, termasuk mereka yang baru saja tiba di Malaysia.
"Mereka memberi saya laporan langsung tentang apa yang mereka alami secara langsung. Kisah-kisah ini, tanpa terkecuali, menekankan teror yang berkecamuk di seluruh negeri," ujar dia.
Andrews mengutip pernyataan seorang pengungsi perempuan muda yang mengatakan, "Kamu sedang berjalan di jalan yang tidak kamu ketahui, menuju tempat yang tidak kamu ketahui, dan kamu mungkin mati di jalan tetapi kamu tetap maju, karena penganiayaan lebih buruk di belakang kamu".
Ia juga mengatakan mereka yang melarikan diri dari Myanmar juga mendapat tantangan berada Malaysia berkaitan dengan keimigrasian, pendidikan bagi anak-anak mereka hingga pemerasan oleh oknum tertentu. Ia berharap dapat bekerja untuk mendukung kepemimpinan kebijakan luar negeri Malaysia di Myanmar, untuk menegaskan hak asasi manusia dari orang-orang yang terkepung dan untuk mengurangi skala penderitaan yang luar biasa di Myanmar.