Hasto: Lakon “Bima Suci” Teguhkan Komitmen PDIP Lebih Menyatu dengan Rakyat
Hasto Kristiyanto menyatakan para kader partai harus selalu meneguhkan sikap ksatria.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sekjen DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyatakan para kader partai harus selalu meneguhkan sikap ksatria dalam berpolitik, dengan terus memperkuat persatuan dengan rakyat, serta satu kata dan perbuatan dalam menyatu dengan Wong Cilik.
“Kisah Bima Suci menceritakan bahwa setiap satria, setiap pemimpin selalu mengalami ujian dan gemblengan, serta berteguh pada cita-cita,” ujar Hasto, Sabtu (25/6/2022).
Menurutnya, bersatunya pemimpin dengan rakyat merupakan harapan yang ingin diperkuat oleh PDIP lewat pagelaran wayang oleh Ki Warseno Slank dengan lakon “Bima Suci” yang digelar di halaman masjid At Taufiq, seberang Gedung Sekolah Partai PDIP, di Jalan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Sabtu (25/6/2022) malam.
Hasto menjelaskan, setiap lakon pewayangan itu tidak hanya mengajarkan filosofi kehidupan, tapi juga apa yang terjadi dalam kehidupan nyata, pertarungan antara kebaikan dan angkara murka terjadi.
Dalam lakon Bima Suci, tokoh Bima, salah satu dari anggota Pandawa, mengemban tugas suci di tengah kondisi negeri yang sedang kesulitan. Bima percaya kepada sang guru Pendeta Durna, dan akhirnya mencari Banyu Perwita Sari, yakni air kehidupan yang paling suci.
Dijelaskan Hasto, dalam proses pencarian itu, seorang Bima, yang menjadi salah satu tokoh idola Bung Karno dalam pewayangan, terus berjuang tanpa kenal menyerah.
Dalam lakon itu, Bima menunjukkan sikap dan perbuatan, bagaimana seseorang yang oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, disebut sebagai seorang ksatria.
“Menurut Ibu Mega seorang ksatria, sama dengan harapan beliau terhadap kader-kader PDI Perjuangan, seorang yang tidak pernah menyerah dalam tugas, turun ke bawah menyatu dengan kekuatan rakyat,” kata Hasto.
“Itulah semangat gerakan PDI Perjuangan turun ke bawah, tidak melakukan manuver politik ke atas, ke elite. Sebagai satu-satunya kekuatan PDI Perjuangan adalah rakyat,” tegas Hasto.
Dia melanjutkan, dalam proses pencariannya, dalam berbagai ujian yang dihadapinya, akhirnya Bima bertemu dengan Dewa Ruci. Akhirnya, segala sesuatu yang awalnya terasa tidak mungkin, menjadi mungkin. Akhirnya konsepsi “manunggal ing kawula gusti” atau kesatuan dengan Tuhan, dapat terlihat dalam cerita ini.
“Ketika Bima setelah mensucikan dirinya dengan berbagai laku-laku sebagai ksatria, itu sama dengan menghadapi ujian-ujian sebagai seorang pemimpin dan bertanggung jawab akan masa depan bangsa dan rakyatnya, akhirnya Bima bisa masuk dalam diri Dewa Ruci dengan melihat jagat serba terbalik,” urai Hasto.
Dan hakikat itu, lanjut Hasto, pada dasarnya sama dengan harapan yang digelorakan Megawati dan PDIP.
“Bahwa seorang kader partai harus satu kata dan perbuatan. Dalam memperjuangkan rakyat, kita tidak boleh melihat apa untungnya. Tapi alam pikir dan alam rasa kita harus menyatukan kita, sehingga kader dan simpatisan PDI Perjuangan bergerak menyatu dengan kekuatan Wong Cilik, dan yang hadir adalah dedikasi dan keyakinan sebagaimana ditunjukkan oleh Bima,” kata Hasto.
Sebelum memulai pagelaran wayang, Hasto menyerahkan sosok wayang Bima kepada Ki Warseno Slank. Saat serah terima dilakukan, seorang anggota kelompok wayang itu melantunkan doa dan harapan.
“Bahwa kita berharap akan lahir ratusan dan bahkan ribuan ksatria yang membela bangsa dan negara dengan tulus seperti yang ditunjukkan oleh Bima,” katanya.