Pasal Penghinaan Presiden di RKUHP, DPR: Presiden Juga Manusia
DPR berharap RKUHP bisa disahkan pada pekan depan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto mengaku tak mempermasalahkan adanya pasal penghinaan presiden dalam Rancangan Kitab Hukum Undang-Undang Pidana (RKUHP). Pasalnya, presiden adalah sosok pemimpin negara yang juga perlu dilindungi harkat dan martabatnya.
"Kalau kau merasa dalam diri dikau hinaan ini tidak pantas untuk diterima, maka boleh dong menuntut, melalui dikau. Presiden ini juga seperti itu, beliau kan juga manusia, siapa pun presidennya kan manusia," ujar Bambang di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (29/6/2022).
Saat ini sudah tak ada dinamika penolakan di antara semua fraksi terkait RKUHP. Jika tak ada halangan lagi, ia berharap kitab hukum tersebut dapat selesai pada masa sidang DPR kali ini, yang akan berakhir pada 7 Juli mendatang.
"Diusahakan bisa selesai pada masa sidang ini, harapannya kita selesai pada masa sidang ini, tapi kalau belum ya kita mundur," ujar Bambang.
Kendati demikian, ia mengatakan bahwa DPR mengutamakan kesesuaian prosedur dalam pengesahan suatu undang-undang, termasuk RKUHP. Komisi III disebutnya tak tergesa-gesa untuk mengesahkan RKUHP pada masa sidang kali ini.
"Ya kalau belum nanti mundur lagi, kan begitu. Jadi tidak usah tergesa-gesa, santai aja, apa si yang jadi masalah," ujar Bambang.
Dalam draf RKUHP yang beredar, aturan terkait penghinaan terhadap presiden/wapres diatur dalam BAB II Pasal 217—219. Pasal 217 disebutkan bahwa setiap orang yang menyerang diri presiden/wapres yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana yang lebih berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.
Pasal 218 Ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden/wapres dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV. Ayat (2) menyebutkan tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.
Selanjutnya, Pasal 219 disebutkan bahwa setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap presiden/wapres dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV.
Namun, pasal penghinaan presiden atau wakil presiden dalam RKUHP merupakan delik aduan. Artinya hanya orang yang dirugikanlah, yakni presiden atau wakil presiden yang boleh melaporkan jika ada penghinaan terhadap dirinya.