YLBHI: Hakim Wajib Buka Tabir Kasus Paniai

Prinsip transparansi dan akuntabilitas harus dijunjung dalam sidang Paniai.

Republika/ Wihdan Hidayat
Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menyayangkan, Mahkamah Agung (MA) yang tak kunjung menetapkan majelis hakim persidangan kasus Paniai berdarah. Dia berharap, nantinya hakim dapat membuka selubung rahasia dalam kasus Paniai. 


Isnur berpesan, bahwa sidang kasus Paniai harus berjalan sesuai mandat undang-undang. Tujuannya, agar sidang itu, dapat mengungkap berbagai hal yang ditutup-tutupi. 

"Kami meminta pengadilan benar-benar membuka tabir dan hal-hal berkenaan dengan peristiwa ini. Agar apa? Agar terungkap semua pihak yang terlibat tidak mengarah pada satu tersangka saja," kata Isnur kepada Republika, Senin (4/7). 

Isnur mengingatkan, prinsip transparansi dan akuntabilitas harus dijunjung dalam sidang Paniai. Dia optimis, keterbukaan akan berkolerasi positif dengan kepercayaan masyarakat. 

"Kalau HAM berat tentu disidangkan secara terbuka, berikan izin kepada media untuk meliput agar kita bisa percaya pengadilan ini berjalan benar," ujar Isnur. 

Di sisi lain, Isnur enggan berspekulasi soal tekanan yang dialami MA terkait sidang Paniai. Namun, dia kecewa, karena sidang ini hanya menjerat satu orang saja. 

"Kita nggak tahu apakah ada tekanan kepada MA, tapi yang jelas kami kritik Kejagung yang hanya bawa 1 tersangka saja," ucap Isnur. 

Isnur menduga, sebenarnya masih ada tersangka lain yang bisa dijerat dalam kasus Paniai. Kata dia, dalam konstruksi kasus pelanggaran HAM berat harusnya nggak seperti ini.

"Harusnya tanggung jawab komando lebih dipertanggungjawabkan. Ini kan tidak, harus nunggu lama sampai pensiun dan bukan tanggungjawab komando tertinggi. Kita bertanya sejauh mana penyidikan ini apakah maksimal? Ternyata tidak," tegas Isnur. 

Diketahui, MA masih melakukan seleksi hakim ad hoc yang bakal menyidangkan perkara pelanggaran HAM berat Paniai 2014. Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat MA Sobandi menjelaskan syarat pendaftar yaitu berusia 45-65 tahun, memiliki latar belakang hukum, dan berpengalaman di bidang hukum minimal selama 15 tahun. 

Secara khusus MA mengharapkan, kandidat hakim memiliki keahlian khusus tentang pelanggaran HAM berat atau hukum HAM internasional. "Jumlah pendaftar keseluruhan adalah 188 orang, terdiri dari 148 laki-laki, dan 40 perempuan," kata Sobandi kepada Republika, Ahad (3/7). 

Dalam kasus pelanggaran HAM berat Paniai ini, penyidik pada Jampidsus, menetapkan IS sebagai tersangka tunggal, Jumat (1/4/2022). IS adalah anggota militer yang menjabat sebagai perwira penghubung saat peristiwa Paniai Berdarah terjadi 2014 lalu.

Tersangka IS dituding bertanggung jawab atas jatuhnya empat korban meninggal dunia, dan 21 orang lainnya luka-luka dalam peristiwa demonstrasi di Paniai. Mengacu rilis resmi, tim penyidik, menjerat IS dengan sangkaan Pasal 42 ayat (1) juncto Pasal 9 huruf a, juncto Pasal 7 huruf b UU 26/200 tentang Pengadilan HAM. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
 
Berita Terpopuler