KLHK Jelaskan Ada Putusan Kasus Lingkungan Hidup yang Belum Dieksekusi
KLHK memfasilitasi berbagai langkah untuk mempercepat eksekusi putusan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus memfasilitasi berbagai langkah untuk mempercepat eksekusi putusan pengadilan yang sudah inkracht atau berkekuatan hukum tetap. Salah alasan masih adanya putusan yang belum dieksekusi karena dalam putusan kasus perdata memerlukan eksekusi dari ketua pengadilan.
"Dalam penyelesaian sengketa baik pengadilan maupun di luar pengadilan memang ada putusan yang besar, sudah 'inkracht'. Ada yang sudah dibayar, sekitar hampir 300 miliar rupiah, yang lain belum," kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani dalam Rapat Dengar Pendapat Panja Komisi IV DPR RI di Jakarta, Rabu (6/7/2022).
"Kami sudah mendorong upaya-upaya ini untuk dipercepat eksekusiny aoleh pengadilan," tuturnya dalam rapat dengan Panja Penyelesaian Penggunaan dan Pelepasan Kawasan Hutan Komisi IV DPR RI itu.
Namun, ia mengatakan, kenyataan di lapangan bergerak tidak secepat yang diharapkan dan menjadi tantangan yang dihadapi KLHK untuk mempercepat eksekusi berbagai putusan yang sudah inkracht tersebut. Kendati demikian, dia menyoroti bahwa gugatan yang dilakukan KLHK terkait kasus lingkungan hidup merupakan suatu kemajuan dalam penegakan hukum.
"Memang ada persoalan di eksekusi ini yang menjadi tantangan kami. Karena memang otoritasnya tidak di kami, walaupun kami mencoba terus berkoordinasi dengan pihak-pihak yang punya otoritas," ujar Rasio.
Menurut data KLHK dalam periode 2015-2021, Ditjen Gakkum KLHK telah melayangkan 31 gugatan perdata dengan 14 di antaranya sudah inkracht dan memiliki nilai ganti rugi pemulihan lingkungan sebanyak Rp 20,7 triliun.