Adab Bercanda dan Batasannya

Islam tidak melarang penganutnya untuk bercanda.

Rita D/Flickr/hiveminer.com
Dua orang tertawa bersama. Ilustrasi
Rep: Muhyiddin Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Islam tidak melarang penganutnya untuk bercanda atau melontarkan humor. Karena, Nabi pun terkadang melemparkan guyonan kepada orang di sekitarnya. Namun, para ulama telah menjelaskan adab-adab bercanda dan batasan-batasannya.

Baca Juga


Seperti dijelaskan dalam buku berjudul “Semua Ada Saatnya” karya Syekh Mahmud Al-Misri menjelaskan bahwa salah satu adab atau etika bercanda adalah tidak boleh menjatuhkan orang lain dan tidak mengandung unsur dusta di dalamnya.

Rasulullah bercanda, akan tetapi beliau hanya mengucapkan kebenaran. Rasulullah SAW bersabda, “Aku adalah penjamin rumah di tengah surge, bagi orang yang meninggalkan dusta, meskipun bercanda….” (HR Abu Dawud).

Rasulullah juga memperingatkan agar seseorang tidak berdusta hanya supaya orang di seklilingnya tertawa. Rasulullah SAW bersabda, “Celakalah bagi orang yang bercerita sambal berdusta agar orang-orang (yang berada di sekelilingnya tertawa). Celakalah ia, celakalah ia,” (HR Abu Dawud).

Syekh Mahmud Al-Misri menuturkan, canda tersebut bertujuan untuk hiburan dan menenangkan jiwa, mempererat persahabatan dan menjalin kasih sayang dalam pergaulan. Ibnu Sirin seorang imam dan ahli hadits, ketika tiba waktu Dhuha, ia pergi ke pasar kota Bashrah, ia mengucapkan salam kepada orang banyak, bercanda dengan mereka dan menebarkan senyuman kepada kaum muslimin.

Karena itu, mereka menyukai Ibnu Sirin, banyak mengikuti pengajiannya, banyak hati yang terpukau dibuatnya. Sesungguhnya hati itu tidak suka kepada kekerasan, meskipun orang itu tertawa. Akan tetapi, hati menyukai canda dan gurauan dari orang lain.

Sedangkan batasannya bercanda telah dijelaskan dalam kitab Al-Mirah fi Al-Mizah karya Badruddin Abul Barakat Muhammad Al-Ghizzin. Dalam kitab ini dia menyebutkan, “Dianjurkan agar bercanda di antara para saudara-saudara dan teman-teman, karena itu menghibur hati dan memudahkan tujuan. Dengan syarat tidak melontarkan suatu tuduhan, tidak menjatuhkan wibawa, tidak mengurangi kehormatan, tidak keji sehingga menyebabkan permusuhan dan menggerakkan sifat dengki.”

Di tempat lain, Badruddin Abul Barakat juga berkata, “Canda itu dicela apabila sampai pada tahap menjadi kebiasaan dan berlebihan.”

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler