KPK Telusuri Dugaan Aset Hasil Korupsi Wali Kota Ambon di Jakarta

Richard diduga menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi.

Republika TV/Muhamad Rifani Wibisono
Wali Kota Ambon non aktif Richard Louhenapessy
Rep: Rizkyan Adiyudha Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menelusuri dugaan kepemilikan aset tersangka pidana rasuah, Richard Louhenapessy (RL) di Jakarta. Aset tersebut diduga merupakan hasil korupsi yang dilakukan Wali Kota Ambon nonaktif itu.


Hal tersebut didalami KPK saat memeriksa lima orang saksi yang terkait dugaan korupsi yang dilakukan Richard. Beberapa saksi yang diperiksa merupakan pejabat pemerintah kota (pemkot) Ambon serta pihak swasta.

"Dikonfirmasi terkait adanya dugaan kepemilikan berbagai aset dari tersangka RL di beberapa daerah diantaranya di Jakarta," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri di Jakarta, Sabtu (9/7).

Adapun, kelima saksi yang menjalani pemeriksaan yakni Sekretaris Dinas PUPR, Ivony AW Latuputty; mantan kepala dinas PUPR, Enrico Rudolf Matitaputty dan mantan Sekkot Ambon, Anthony Gustav Latuheru. Selanjutnya, seorang wiraswasta, Suminsen dan seorang ibu rumah tangga Rakhmiaty.

Pemeriksaan dilakukan di dua tempat berbeda pada Kamis (7/7) lalu. Tiga di antaranya diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta sementara dua sisanya di kantor Mako Bromobda Maluku.

Richard merupakan tersangka suap terkait persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail tahun 2020 di Kota Ambon dan penerimaan Gratifikasi. Ali mengatakan, dalam pemeriksaan itu penyidik juga mendalami proses pengajuan izin prinsip pembangunan cabang retail di Ambon.

"Dan dugaan adanya pemberian uang untuk setiap tahapan permohonannya," katanya.

Seperti diketahui, KPK telah menetapkan Richard Louhenapessy sebagai tersangka korupsi. Suap tersebut dilakukan bersama dengan Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemkot Ambon, Andrew Erin Hehanussa (AEH) dan Karyawan Alfamidi Kota Ambon, Amri (AR).

Suap diberikan agar pemkot dapat segera menerbitkan berbagai permohonan izin diantaranya Surat Izin Tempat Usaha (SITU), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Tersangka Richard meminta uang dengan minimal nominal Rp 25 juta untuk setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan.

Uang diberikan menggunakan rekening bank milik tersangka Andrew Erin Hehanussa yang merupakan orang kepercayaan Richard. Khusus untuk penerbitan terkait Persetujuan Prinsip Pembangunan untuk 20 gerai usaha retail, tersangka Amri diduga kembali memberikan uang Rp 500 juta kepada Richard yang diberikan secara bertahap menggunakan rekening serupa.

KPK menduga tersangka Richard juga menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi. Penyidik KPK mengaku terus mendalami lebih lanjut terkait dugaan penerimaan lainnya ini.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler