Ragam Penyakit yang Dapat Diobati Menggunakan Ganja Medis
Dokter dari FK Unair mengatakan ganja medis dapat mengobati penyakit tertentu.
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Dokter psikiatri adiksi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair), Soetjipto menyarankan pemerintah tidak tergesa-gesa dalam mengkaji legalisasi ganja medis.
Kajian legalisasi ganja medis, kata dia, harus juga memperhatikan Undang-Undang tentang Narkotika. Dimana Indonesia menetapkan ganja sebagai narkotika golongan satu. Artinya, ganja hanya boleh dipergunakan untuk penelitian.
“Sebagian negara mungkin sudah banyak yang melegalkan pemakaian ganja medis, namun belum dengan Indonesia. Karena perlu memperhatikan banyak faktor, misalnya terkait dengan Undang-Undang Narkotika. Ganja medis belum mendapat izin sebagai sarana pengobatan," kata Soetjipto, Kamis (14/7).
Berdasar hasil penelitian, lanjut Soetjipto, ganja medis dapat berperan sebagai alternatif terapi atau pengobatan bagi beberapa jenis penyakit. Di antaranya, glaukoma, osteoporosis, diabetes melitus, kanker, hipertensi, bahkan dapat mengatasi kejang bagi pasien cerebal palsy.
Maka dari itu, Soetjipto menyarankan ganja medis dapat diturunkan golongannya menjadi narkotika golongan dua atau tiga agar dapat menjadi sarana terapi atau pengobatan. Ia mengingatkan, meskipun nantinya boleh dimanfaatkan sebagai obat, penggunaanganja medis tetap perlu pengawasan yang ketat.
"Jika ingin menggunakan harus melalui tenaga medis yang memang sudah terlatih. Jadi, ketika sudah legal, tetap penggunaannya tidak bisa semena-mena,” ujar Soetjipto.
Pengawasan penggunaan oleh tenaga medis juga dapat meminimalkan efek samping yang timbul. Tenaga medis dapat membantu mengawasi takaran atau dosis yang tepat penggunaan ganja medis bagi pasien, sehingga ganja tersebut juga tidak akan salah guna dan menyebabkan kecanduan.
“Kalau penduduk atau masyarakat di negara ini sudah kecanduan ganja semuanya, ini akan mengganggu stabilitas negara," kata Soetjipto.
Soetjipto menjelaskan, ganja medis berbeda dengan ganja pada umumnya, sehingga relatif aman untuk pengobatan. Pada ganja medis terkandung zat cannabidinol (CBD) yang dapat menjadi obat untuk terapi bagi berbagai macam penyakit.
Sedangkan ganja pada umumnya memiliki kandungan tetrahidocannabinol (THC). Kandungan THC tersebut yang membuat penggunanya merasakan sensasi “high” atau “fly.”
“Selain itu pemakaian ganja rekreasional yang memang tidak ada pengawasan dari tim medis sehingga dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan. Misalnya infeksi paru-paru, serangan jantung, peradangan saluran pernafasan, lambat berpikir, hingga memicu munculnya gangguan bipolar,” kata Soetjipto.