Targetkan Swasembada, Pemrov Riau Tingkatkan Populasi Ternak
Riau masih kekurangan sapi sebanyak 131.513 ekor.
REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Pemerintah Provinsi Riau terus berupaya meningkatkan populasi ternak sapi untuk mencapai swasembada daging di daerah berpenduduk 6.493.600 jiwa itu.
"Dengan kebutuhan daging per kapita tiga kg, maka total kebutuhan daging dalam setahun harus mencapai 19.480 ton atau setara dengan 152.659 ekor sapi per tahun," kata Sekda Riau SF Hariyanto.
Sedangkan total populasi sapi di Provinsi Riau, katanya, mencapai 209.601 ekor dengan ketersediaan sapi lokal yang dapat dipotong hanya 21.146 ekor. "Artinya, Riau masih kekurangan sapi sebanyak 131.513 ekor sapi lagi. Kekurangan daging sapi ini masih dipenuhi dari luar daerah, baik dalam bentuk daging beku maupun sapi potong," katanya.
Oleh karena itu, kata Sekda, diperlukan populasi dasar ternak sapi minimal sebanyak 1.115.564 ekor sapi agar tercipta swasembada di Provinsi Riau. Konsep swasembada daging sapi adalah ketersediaan daging sapi minimal 90 persen untuk dikonsumsi yang dipasok dari sapi domestik, sementara 10 persen sisanya dipenuhi melalui impor, baik dalam bentuk sapi bakalan maupun daging sapi beku, sehingga perlu pengembangan peternakan sapi.
"Usaha peternakan sapi dan perkebunan sawit di Provinsi Riau khususnya melalui pola Sistem Integrasi Sapi dan Kelapa Sawit (SISKA) cocok dikembangkan di Riau. Sistem SISKA merupakan suatu program yang mengintegrasikan ternak sapi dengan tanaman perkebunan yaitu kelapa sawit dengan konsep menempatkan dan mengusahakan sejumlah ternak tanpa mengurangi aktifitas dan produktifitas tanaman," katanya.
Hariyanto menyebutkan luas perkebunan sawit di Riau mencapai 3,06 juta hektare. Berdasarkan analisis makro, katanya, jika daya dukung untuk dua ekor ternak sapi dapat dipelihara di lahan tiga hektare, maka perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau memiliki daya dukung sebanyak 1,08 juta ekor sapi.
"Keuntungan sistem integrasi sawit-tanaman ternak yakni meningkatkan diversifikasi penggunaan sumber daya, mengurangi risiko usaha, efisiensi penggunaan tenaga kerja, efisiensi penggunaan input produksi, mengurangi ketergantungan energi kimia, ramah lingkungan, meningkatkan produksi, dan meningkatkan pendapatan rumah tangga petani yang berkelanjutan," katanya.