KKP Jamin tidak Ada Kapal Cantrang Beroperasi di Laut Aru
Alat penangkapan cantrang sudah dilarang beroperasi di seluruh wilayah perairan RI.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Muhammad Zaini memberikan jaminan bahwa tidak ada lagi kapal yang memakai alat tangkap cantrang yang beroperasi di kawasan perairan nasional Laut Aru."Saya jamin tidak ada kapal cantrang yang melaut di sana. Ini sudah tidak lagi digunakan, kalaupun ada, mereka rugi apabila melaut di WPPNRI 718 dan pasti akan ditangkap aparat yang berwenang," kata Zaini dalam rilis di Jakarta, Selasa (19/7/2022).
Ia menegaskan alat penangkapan cantrang sudah dilarang beroperasi di seluruh Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) karena merusak dan tidak ramah lingkungan.Dirjen Perikanan Tangkap KKP mengungkapkan jumlah kapal perikanan aktif yang melaut di WPPNRI 718 sebanyak 1.399 unit.
Mayoritas jenis alat tangkap yang digunakan antara lain jaring insang hanyut, pancing cumi, pukat cincin (purse seine) dan rawai dasar.Menanggapi kebijakan penangkapan ikan terukur yang dinilai merugikan masyarakat Maluku, Zaini menekankan nelayan lokal akan diprioritaskan untuk memanfaatkan kuota penangkapan.
Potensi sumber daya ikan di WPPNRI 718 mencapai 2,6 juta ton, sementara jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan sebesar 2,1 juta ton."Kalau potensi ini dimanfaatkan setengahnya saja, pelabuhan perikanan di sana dapat sekitar 300-400 ribu ton per tahun, dimana ikan yang dapat didaratkan 1.000 ton per hari dengan estimasi perputaran uangnya mencapai 60 miliar rupiah," ungkapnya.
Di samping itu, Zaini memperkirakan penangkapan ikan terukur akan menyerap tenaga kerja lokal. Sebanyak 70.000 orang akan terserap untuk menjadi awak kapal perikanan bahkan pekerja di kawasan pelabuhan perikanan.
Saat ini, setiap kapal perikanan yang berizin mendapatkan tiga pelabuhan pangkalan untuk mendaratkan ikan. Nantinya hanya akan diberikan satu pelabuhan pangkalan sehingga dapat mendongkrak perekonomian setempat.
"Kalau kapal tidak singgah di pelabuhan pangkalan berarti menyimpang. Misal kapal melaut sebulan diperkirakan dapat 500 ton tapi mendaratkan cuma 100 ton ini perlu dicurigai," katanya.
Pengawasan kapal perikanan dilakukan bersinergi dengan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, antara lain dengan menggunakan teknologi satelit untuk memantau aktivitas kapal perikanan dengan Vessel Monitoring System (VMS) secara real time.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan program penangkapan ikan terukur berbasis kuota ini berupaya menyinergikan kepentingan ekonomi dengan daya dukung lingkungan/ekologi untuk menjaga keberlanjutan, kelestarian dan keseimbangan ekosistem serta keadilan dalam berusaha.