Jejak Bekas Luka yang Mengarah pada Dugaan Brigadir J Disiksa
Kondisi jasad Brigadir J, kata pengacara, indikasikan kematian bukan karena ditembak.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono, Rizky Suryarandika
Tim pengacara keluarga Brigadir Polisi (Brigpol) J enggan percaya begitu saja dengan keterangan dari pihak kepolisian terkait kematian ajudan eks Kadiv Propam Irjen Polisi Ferdy Sambo. Mereka meyakini, Brigadir J meninggal dunia karena disiksa bukan karena tembakan peluru seperti kronologi versi polisi.
Salah satu pengacara keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak mengungkapkan, temuan tim pengacara mendapati kondisi jenazah Brigadir J dengan bekas luka jerat tali atau kawat di bagian leher. Tangan jenazah Brigadir J, kata Kamaruddin, juga sudah dalam kondisi hancur dan patah-patah.
Selain itu, tim pengacara juga menemukan adanya luka robek di bagian kepala, dan di bagian bibir, dan hidung, yang sudah dalam kondisi terjahit pada jenazah. Kamaruddin juga mengungkapkan, adanya luka robek di bagian bawah mata dan luka robek pada bagian perut. Ditemukan juga luka-luka robek di bagian kaki dan kondisi jari-jari tangan yang hancur.
Kondisi jenazah tersebut, menurut Kamaruddin, mengindikasikan kematian Brigadir J didahului adanya dugaan penyiksaan. “Jadi ini (tewasnya Brigpol J), bukan disebabkan oleh peluru,” kata Kamaruddin, saat ditemui di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Rabu (20/7/2022).
Menurut Kamaruddin, untuk memastikan bersama keadaan jenazah, pihak keluarga, dan tim pengacara, setuju agar Polri melakukan ekshumasi atau pembongkaran kembali makam Brigadir J. Tujuannya, agar dilakukan autopsi ulang sekaligus uji forensik, serta visum ulang.
"Kami, dan pihak keluarga menyetujui. Dan meminta kepada Bapak Kapolri, Wakapolri, Irwasum, Kabareskrim di Mabes Polri, untuk membentuk tim khusus yang lebih independen untuk mengungkap fakta-fakta baru ini,” ujar Kamaruddin.
Kamaruddin mengungkapkan, tim pengacara mendapatkan penjelasan dari penyidik terkait hasil autopsi jenazah Brigadir J. Akan tetapi, menurutnya, penjelasan hasil penyidikan tak sesuai fakta versi keluarga.
Pun tim pengacara, kata Kamaruddin ragu dengan hasil autopsi versi kepolisian yang menyebutkan Brigadir J tewas akibat aksi saling tembak dengan Bharada E di rumah dinas Irjen Polisi Ferdy Sambo pada Jumat (8/7/2022) lalu. Karena dikatakan dia, ada perbedaan mencolok antara kondisi jenazah versi penjelasan polisi, dengan temuan bukti baru oleh tim pengacara.
Tim pengacara menyarankan, agar tim pencari fakta independen itu nantinya, tak cuma diisi oleh para penyidik, maupun tim kedokteran dari Polri. Tapi juga, kata Kamaruddin, turut melibatkan tim kedokteran eksternal, dari rumah sakit militer, maupun rumah sakit milik pemerintah lainnya, serta dari swasta.
"Jadi mereka bersama-sama, bukan sendiri dari kepolisian (dalam pengungkapan fakta). Mohon untuk dibentuk tim yang baru, yang independen, supaya legal, dan dapat kita percaya kredibilitasnya, dan objektivitasnya,” ujar Kamaruddin.
Terkait dengan permintaan pembentukan tim baru yang bersifat indpenden dari pihak keluarga Brigadir J, Mabes Polri belum merespons. Akan tetapi, soal permintaan tim pengacara dan pihak keluarga untuk melakukan pembongkaran makam jenazah Brigpol J, demi autopsi, pun forensik ulang, Polri sebelumnya telah menyatakan, hal tersebut dapat dilakukan.
“Mekanismenya, tentu dari pihak keluarga, ataupun dari pihak pengacara atas izin keluarga, mengajukan kepada penyidik untuk ekshumasi,” ujar Kepala Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri, Irjen Dedi Prasetyo, Selasa (19/7/2022).
Namun begitu, Dedi menerangkan, ekshumasi tidak sembarangan bisa dilakukan. Sebab, mengharuskan keterlibatan penyidik kepolisian sebagai pihak yang menangani perkara.
"Karena bongkar kubur dan penggalian mayat ini untuk keadilan, demi keadilan, dan itu harus dilakukan oleh pihak yang berwenang, dalam hal ini, penyidik, dan tim kodekteran forensik,” terang Dedi.
Dedi, juga menyoroti soal pengakuan pihak keluarga, pun tim pengacara terkait kondisi luka-luka jenazah Brigadir J. Meski memaklumi hal tersebut, kata Dedi, agar persoalan tersebut, diungkapkan oleh para pakar, dan ahli di bidangnya.
Menurut Dedi, kondisi luka-luka Brigadir J versi kepolisian, mengacu dari hasil autopsi, dan forensik resmi yang dilakukan oleh tim ahli di bidangnya. Jika ada versi bantahan, menurutnya, juga seharusnya berdasarkan hasil pemeriksaan dari tim yang sepadan.
“Kami (Polri) menyampaikan, dalam hal ini tolong, orang-orang yang expert (ahli berpengalaman) di bidangnya itu yang menyampaikan. Luka-luka versi yang lain itu, disampaikan oleh orang yang bukan expert, ini akan membawa persepsi-persepsi, spekulasi-spekulasi lagi,” ujar Dedi menambahkan.
Berdasarkan kronologi yang dirilis oleh Polres Jakarta Selatan (Jaksel) sebelumnya, Brigadir J tewas setelah aksi saling tembak dengan Bharada E pada Jumat (8/7/2022) di rumah dinas Irjen Polisi Sambo, di kawasan Duren Tiga, Jaksel. Brigadir J dan Bharada E adalah anggota polisi yang berdinas di Divisi Propam Polri, di bawah komando Irjen Polisi Sambo.
Menurut kronologi versi polisi, keduanya baku tembak menggunakan senjata api berpeluru tajam aktif. Dari hasil penyidikan oleh Polres Jaksel disebutkan, Brigadir J yang pertama menembak ke arah Bharada E.
Disebutkan, tujuh peluru keluar dari laras HS-16 milik Brigpol J untuk menyerang E. Bharada E, dikatakan membalas tembakan dengan melakukan rentetan pelatuk sebanyak lima kali menggunakan Glock-17. Brigadir J tewas ditempat dalam insiden tersebut.
Dari kesimpulan awal penyidikan oleh Polres Jaksel, Selasa (12/7/2022) disebutkan insiden tersebut berawal dari adanya dugaan pelecehan seksual dan ancaman yang dilakukan oleh Brigadir J terhadap istri Irjen Polisi Sambo, Putri Sambo. Dikatakan aksi Bharada E menembak mati rekannya sesama anggota Propam itu, untuk melindungi diri dari ancaman dan serangan Brigadir J sekaligusuntuk melindungi Nyonya Sambo dari aksi pelecehan yang diduga dilakukan oleh Brigadir J.
Atas insiden tersebut, Kapolri Sigit, Selasa (12/7/2022) sudah membentuk Tim Gabungan Khusus, bersama Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), juga melakukan penyelidikan.
Pada Senin (19/7/2022), karena desakan publik, Jenderal Sigit mencopot sementara Irjen Sambo dari jabatan Kadiv Propam. Penonaktifan tersebut, dilakukan Kapolri untuk menjaga independensi dan objektivitas proses pengungkapan maupun penyidikan.
Setelah Ferdy Sambo dicopot dari jabatan kepala Divisi Propam, kemarin giliran Brigadir Jenderal (Brigjen) Polisi Hendra Kurniawan dicopot dari jabatan Kepala Biro Pengamanan Internal (Karo Paminal) Propam Polri dan Komisaris Besar (Kombes) Polisi Budhi Herdi dari jabatan Kapolres Jakarta Selatan. Menurut Dedi, pencopotan sementara jabatan kedua nama tersebut, melihat perkembangan proses pengungkapan dan penyidikan yang saat ini berlangsung.
“Untuk menjaga independensi, transparansi, dan akuntabel, malam ini Pak Kapolri memutuskan untuk menonaktifkan Karo Paminal Brigjen Pol Hendra Kurniawan, dan kedua menonaktifkan Kapolres Jakarta Selatan, Kombes Pol Budhi Herdi,” begitu kata Dedi, di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (20/7/2022).
Secara terpisah, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga tengah melakukan pengumpulan fakta terkait kasus kematian Brigadir J. Komnas HAM berencana menuntaskan laporan mengenai kronologi dan luka yang diderita Brigadir J pada pekan ini.
Komisioner bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Choirul Anam menyampaikan timnya tengah fokus mengkonsolidasi fakta terkait luka dan kronologi kejadian kematian Brigadir J. Dalam pekan ini, Komnas HAM meminta masukan dari para ahli terkait penyebab dan jenis luka di tubuh Brigadir J.
"Karakter luka apakah senjata api atau senjata tajam, penyiksaan atau tidak di internal kami minggu ini selesai agar nanti bisa diuji sebagai bahan bekal ketemu Dokkes (Polri) dan sebagainya," kata Anam dalam keterangannya pada Kamis (21/7/2022).
Anam juga mengagendakan diskusi dengan mengundang ahli mengenai foto dan keterangan yang sudah diperoleh. Ia pun mempertimbangkan kronologis yang beredar liar di masyarakat. Hal ini guna mengungkap kronologi sebenarnya atas kematian Brigadir J.
"Kalau ada informasi masuk, saat ini kami cek datanya, sekuen logis peristiwanya, sekuen konstruksi peristiwanya untuk pastikan kami memiliki satu kronologi yang ajeg (tetap) dengan berbagai pembuktian," ujar Anam.
Anam memperkirakan pekan ini tim Komnas HAM sudah memiliki kesimpulan kronologi kematian Brigadir J. Nantinya, kesimpulan ini digunakan untuk mengujinya dengan hasil dari Polri.
"Minggu ini rampungkan kronologi karena dengan kronologi bisa lihat lebih jernih sebenarnya apa yang terjadi," ucap Anam.