Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Lampaui Rata-Rata Global

Keberhasilan tangani Covid-19 kunci Pemerintah jaga pertumbuhan ekonomi Indonesia

ANTARA/Hafidz Mubarak A
Suasana gedung perkantoran di ibu kota terlihat dari kawasan Gondangdia, Jakarta. Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia menilai pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2022 sebesar 5,4 persen melebihi ekspektasi dan perkiraan banyak kalangan. Adapun capaian ini tidak lepas dari bauran kebijakan di dalam negeri.
Rep: Novita Intan Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia menilai pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2022 sebesar 5,4 persen melebihi ekspektasi dan perkiraan banyak kalangan. Adapun capaian ini tidak lepas dari bauran kebijakan di dalam negeri.


Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal mengatakan keberhasilan pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 menjadi salah satu kebijakan yang penting dalam menyelamatkan ekonomi Indonesia. 

“Ini menunjukan ekonomi Indonesia relatif lebih resilience dibandingkan dengan banyak negara peers countries yang mana pada saat sekarang ketika terjadi tekanan global yang mengalami peningkatan, banyak negara yang mengalami perlambatan ekonomi dan bahkan beberapa juga sudah jatuh pada jurang resesi secara teknikal,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (9/8/2022).

Menurutnya kebijakan fiskal seperti penambahan subsidi bidang energi menjadi faktor lainnya yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

“Sebut saja salah satunya keberhasilan dalam pengendalian pandemi, pelaksanaan vaksinasi, sehingga sudah bisa dikendalikan pada tahun ini dan juga dari bauran kebijakan fiskal termasuk di antaranya penambahan subsidi energi terutama BBM, listrik, dan juga gas yang disubsidi sehingga tidak meningkat harganya sehingga inflasi lebih bisa dikendalikan, Jadi ini memang perlu diapresiasi beberapa kebijakan yang sudah dilaksanakan pemerintah,” ucapnya.

Meskipun berhasil dalam mengendalikan inflasi, Faisal memberikan catatan bagi pemerintah terkait tantangan ekonomi ke depan. Pertama, adanya ancaman resesi global yang akan berdampak pada penurunan permintaan barang-barang ekspor dari negara-negara mitra dagang. 

“Terutama negara-negara maju dan negara-negara besar yang artinya surplus perdagangan itu akan mengalami penyempitan yang artinya juga sumbangan ekspor terhadap GDP juga akan berkurang ke depan,” ucapnya.

Kedua, kemampuan pemerintah untuk tetap mengendalikan inflasi. Menurutnya pada kuartal II 2022 inflasi sebesar 4,94 persen cenderung relatif dapat terkendali karena konsumsi rumah tangga meningkat 5,5 persen. Inflasi mengalami peningkatan namun masih dalam taraf moderat.

“Ke depan tekanan inflasi akan lebih besar kalau kemudian tidak diimbangi dengan kebijakan untuk meredam tekanan global,” katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler