Mengapa Alquran Ajarkan Jangan Sebut Non-Muslim dengan Kafir? Ini Jawaban Prof Quraish
Prof Quraish menyatakan Alquran tidak mengajarkan panggil orang lain kafir
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Pakar tafsir yang juga pendiri Pusat Studi Alquran (PSQ) Jakarta, Prof M Quraish Shihab, mengingatkan umat Islam agar tidak mudah saling mengkafirkan satu sama lain.
Menurut Quraish Shihab, dalam buku terbarunya yang berjudul "Toleransi: Ketuhanan, Kemanusiaan dan Keberagamaan", Alquran tidak hanya melarang melecehkan agama, kepercayaan atau budaya masyarakat, tapi juga menekankan larangan menghina atau melecehkan orang per orang.
Dalam surat Al Hujarat telah menyebut sekian banyak larangan. Di antaranya, larangan agar tidak saling memanggil dengan gelar-gelar yang dinilai buruk. Lebih dari itu, Alquran juga melarang membicarakan keburukan orang lain di belakang atau ghibah.
Dari sini, menurut Quraish Shihab, lahir larangan Nabi SAW menamai seseorang dengan sebutan kafir.
Menurut dia, pakar tafsir yang bergelar al-Imam, Fakhruddin ar-Razi (1149-1210 M) telah menulis dalam tafsirnya tentang rahasia adanya kata qul pada awal surat al-Kafirun.
Menurut Ar-Razi, Allah SWT selama ini selalu memerintahkan Nabi SAW untuk bersikap lemah lembut dan bertutur bahasa yang baik dan menampilkan rahmat dan kasih sayang dalam berdakwah dan interaksi beliau, serta berdiskusi dengan cara yang terbaik, bukan sekadar baik.
Di sinilah kata qul diperlukan, seakan-akan Nabi SAW menyatakan bahwa “Penggunaan panggilan kafir di sini yang mengandung makna buruk itu bukanlah atas kemauan saya, tetapi atas perintah Allah Yang Mahamengetahui. Kalau bukan karena adanya perintah itu, niscaya saya tidak akan mengucapkannya.”
Ar-Razi menambahkan, kata qul pada surat Al-Kafirun itu mengisyatkan bahwa hanya Allah yang Mahamengetahui siapa yang kaifr dan siapa yang bukan.
Karena itu, ulama merumuskan, seandainya telah terkumpul pada diri seseorang 99 dari 100 indikator kekufuran, maka jangan dulu menyatakan kekurannya kecuali setelah bulat seluruh indikatornya.
Quriash Shihab menegaskan bahwa Alquran juga tidak memberi gelar orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai orang-orang kafir, tetapi menamai mereka dengan ahlul kitab, pemilik atau penganut kitab suci.
Gelar tersebut diberikan kepada mereka, meskipun dalam pandangan Alquran, mereka telah melakukan penyimpangan dalam kepercayaan mereka dan telah terjadi perubahan dalam kitab suci mereka. Karena itu, dalam surat an Nisa ayat 171, Allah SWT berfirman:
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ “Wahai ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani), jangan melampai batas dalam keberagamaan kamu.”
Baca juga: Prof Arief: Derajat Orang Beradab Lebih Utama Dibandingkan Orang Berpendidikan
Penjelasan Alquran yang diikuti dengan teladan-teladan yang telah dipraktikkan Nabi Muhammad SAW membuktikan bahwa toleransi telah menjadi keniscayaan sejak dulu.
Karena itu, Quraish Shihab menegaskan bahwa di era globalisasi, dunia diibaratkan telah menjadi bagaikan “desa kecil” atau dalam istilah Nabi Muhammad SAW sebagai kehidupan dalam suatu perahu.
Dalam keadaan demikian, sungguh amat penting semua kita bekerja sama menghindarkan tenggelamnya perahu yang kita tumpangi bersama.
Salah satu upaya yang terpenting adalah memahami dan menggalakkan toleransi baik antarumat beragama, maupun antara umat seagama bahkan antarsesama umat manusia. Inilah motivasi utama penulis menghidangkan buku ini.