Tradisi Minum Teh Karak UEA yang Terdampak Inflasi dan Perang

Teh karak, salah satu suguhan yang sangat murah sehingga bisa dinikmati banyak orang

Flickr
Teh dan susu merupakan salah satu minuman terpopuler di dunia (Ilustrasi Teh Susu Panas)
Rep: Dwina Agustin Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Dari belakang meja, Mustafa Moeen melihat banyak wajah warga Dubai yang lelah, lapar dan stres. Mereka sengaja datang ke kedainya untuk beristirahat dan menikmati secangkir karak atau teh susu manis khas Uni Emirat Arab (UEA).

Dulu minuman ini harganya hanya satu dirham. Namun sekarang, karena pasokan yang berkurang akibat invasi Rusia ke Ukraina, lonjakan harga tak terhindarkan. Moeen mengatakan, tidak punya pilihan selain menaikkan harga menjadi 1,50 dirham untuk racikannya.

"Semuanya menjadi lebih mahal bagi kami, susu, gula, kantong teh. Bahkan harga cangkir berlipat ganda," kata Moeen dari etalase satu kamar di Satwa, lingkungan yang ramai dengan pekerja Asia Selatan.

"Kami juga harus bertahan hidup," ujarnya.

Selama hampir dua dekade, minuman dengan racikan gula, susu dan teh yang dicampur rempah kapulaga ini sebagian besar memiliki harga yang sama, yakni satu koin dirham. Minuman ini adalah salah satu suguhan yang sangat murah sehingga bisa dinikmati banyak orang mulai dari orang-orang terkaya di dunia hingga pekerja migran bergaji rendah.

Pemerintah Teluk Arab yang kaya minyak telah menuai rejeki nomplok sejak pemulihan ekonomi dunia dari Covid-19 dan invasi Rusia ke Ukraina mendorong harga energi global. Namun kenaikan inflasi telah menimbulkan korban.

Harga makanan pokok manis lainnya di Dubai senilai satu dirham, seperti es krim lembut McDonald's, baru-baru ini melonjak menjadi dua dirham. Waralaba McDonald's UEA mengatakan, telah membuat keputusan sulit karena lonjakan operasi, peralatan, tenaga kerja, dan biaya bahan baku. Sedangkan warga merasa semakin tercekik dengan lonjakan harga berbagai komoditas.

“Dalam lima tahun saya di sini, ini adalah waktu terburuk. Sewa, makanan, bensin, saya tidak bisa mengejar,” kata Arslan, sopir yang disewa dari provinsi Punjab Pakistan yang minum empat cangkir karak berkafein setiap hari untuk mengisi shift malam 12 jamnya. "Tidak ada cara untuk mengurangi," ujarnya.

Inflasi tahunan di Dubai meningkat ke rekor 7,1 persen bulan lalu. Menurut otoritas statistik emirat, harga konsumsi tumbuh paling cepat dalam makanan, transportasi, dan hiburan. Harga gas melonjak hampir 80 persen dari Januari hingga Juli.

Untuk melindungi warganya dari tekanan biaya, UEA mengumumkan akan menggandakan anggaran kesejahteraan bagi warga Emirat yang berpenghasilan rendah. Namun, banyak orang termiskin di negara itu bukan warga negara yang memenuhi syarat untuk mendapatkan tunjangan. Misalnya buruh migran dari India, Pakistan, dan negara lain yang bekerja keras berjam-jam untuk mendapatkan gaji yang tipis.

“Saya akan membayar 1,50, tak apa, tetapi semuanya bertambah,” kata Anayeg Ula, pengendara pengiriman makanan berusia 29 tahun dari Bangladesh, sedang istirahat menikmati karak di samping sepedanya.

“Saya datang ke sini untuk menghasilkan uang, bukan membelanjakannya," ujarnya.

Meskipun sederhana, secangkir karak berisi banyak cerita dalam sejarah UEA. Ledakan minyak tahun 1970-an membawa jutaan migran ke negara-negara Teluk Arab, bersama dengan preferensi teh mereka.



Orang India dan Pakistan yang membangun emirat pesisir mendambakan masala chai, tetapi tidak memiliki uang untuk membeli susu segar dan waktu untuk memasak teh perlahan di atas api batu bara. Mereka membutuhkan chai cepat dengan harga murah yang dapat disimpan dan disajikan dalam jumlah besar di lokasi konstruksi.

“Karak lahir dari kebutuhan. Itulah yang diizinkan oleh situasi ekonomi selama beberapa dekade yang lalu," ujar kata ahli yang meneliti karak Abdulla Moaswes.

Popularitas teh terus meningkat selama bertahun-tahun dan menjadi ritual sosial serta rutinitas yang sangat diperlukan. Tren menyebar ke Emirat, yang secara tradisional menyeduh teh Arab berwarna hitam tetapi sekarang mengklaim chai susu sebagai bagian dari warisan mereka. Otoritas pariwisata Dubai mempromosikan tempat karak  kelas atas kepada pengunjung.

“Ini nostalgia bagi saya. Itu adalah sarapan setiap hari,” kenang Ahmed Kazim, seorang Emirat yang membantu menemukan toko karak kelas atas yang populer, Project Chaiwala. “Ini adalah budaya UEA. Anda akan melihat seorang pria dengan sepeda berhenti di sebelah Lamborghini," katanya.

Harga karak adalah 50 fils selama seperempat abad, naik menjadi satu dirham pada 2004 saat Dubai bergegas membangun cakrawala gurun yang berkembang pesat. Beberapa orang khawatir jika harga terus naik, bahan pokok mungkin akan hilang dari kelas pekerja yang menciptakannya.

Pemilik toko roti di kawasan Karama lama di Dubai Shashank Upadhyay mencoba menjual karak seharga dua dirham awal tahun ini. Namun dia dengan cepat membatalkannya setelah melihat pelanggannya terganggu.

“Di daerah ini, chai terlalu penting. Jika kita terus meningkatkannya, itu akan menjadi sesuatu bagi orang-orang yang pergi ke restoran kelas atas. Tapi ini untuk pekerja lokal, seperti kami," ujar Upadhyay.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler