Badan Pangan Nasional Siapkan Strategi Sikapi Kenaikan Harga Telur
BPN juga akan menggandang kemendag dan pertanian untuk melakukan operasi pasar
REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN—Badan Pangan Nasional terus melakukan berbagai ikhtiar untuk membantu menstabilkan harga telur ayam yang menembus Rp 30.000 per kilogram, di tengah masyarakat. Salah satunya dengan melakukan koordinasi bersama asosiasi peternak layer dan broiler guna mengidentifikasi berbagai faktor penyebab.
Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi menguangkapkan, saat ini, harga telur sedang mencari keseimbangan baru. “Karena adanya kenaikan biaya produksi serta akibat dampak pandemi beberapa waktu lalu,” katanya usai melakukan pertemuan dengan Persatuan Insan Perunggasan Indonesia (Pinsar) di Ungaran, Kabupaten Semarang, Kamis (25/8/2022).
Dalam pertemuan ini juga terungkap berbagai hal yang menjadi faktor penyebab naiknya biaya produksi, seperti jagung sebagai bahan baku pakan. Khusus jagung untuk pakan, Badan Pangan Nasional telah menghubungkan daerah sentra produksi seperti Sumbawa dan Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan Sentra Peternak Layer di Blitar, Jawa Timur dan Kendal, Jawa Tengah.
Di luar bahan pakan, masih jelas Arief, juga teridentifikasi adanya perubahan harga Day Old Chicken (DOC), struktur biaya lainnya. Seperti biaya angkut yang berdampak pada perubahan harga telur.
“Maka, dalam menemukan kesetimbangan hulu hingga hilir pangan tersebut, tambahnya, semua pihak pada saat yang sama harus bersinergi sehingga bisa mewujudkan kondisi win win situation,” tegasnya.
Masih dalam rangka mengatasi lonjakan harga telur di tingkat masyarakat, lanjut Arief, Badan Pangan Nasional juga akan menggandeng Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian untuk melakukan operasi pasar.
Baca juga : Kuota Pertalite Habis September 2022, Muncul Opsi Harga BBM Naik
Terutama jika harga telur tidak kunjung turun di bawah Rp 30.000 per kilogram. Badan Pangan Nasional terus berkoordinasi intensif dengan Satgas Pangan.
“Hari ini kita juga sudah bertemu Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian yang sepakat akan melakukan langkah- langkah stabilisasi, diantaranya melalui operasi pasar,” tambahnya.
Upaya kolaborasi melibatkan asosiasi dan menggandeng Kementerian dan Lembaga terkait ini sejalan dengan arahan Presiden RI, Joko Widodo, bahwa dalam penyelesaian permasalahan pangan diperlukan kolaborasi seluruh stakeholder.
Baca juga : Kasus Covid Bertambah 5.428, Epidemiolog Prediksi Puncak Kasus Pertengahan September
Dalam rangka penguatan sektor perunggasan yang berkelanjutan, masih kata Arief, Badan Pangan Nasional telah mengupayakan beberapa hal, di antaranya melalui penyusunan rancangan Harga Acuan Pembelian/Penjualan (HAP) yang telah dibahas bersama seluruh stakeholder perunggasan nasional.
Karena HAP ini tidak dijalankan maka kami akan lakukan operasi pasar. Di mana hasil pembahasan mengusulkan HAP Jagung Pipil Kering Kadar Air (KA) 15 persen Rp 4.200 pr kilogram di tingkat petani dan Rp 5.000 per kilogram di tingkat peternak.
HAP Telur Ayam Ras Rp 22.000 sampai dengan Rp 24.000 kilogram di tingkat peternak dan Rp 27.000 kilogram di tingkat konsumen.
Selain itu, juga dilakukan penyusunan skema penyerapan hasil ternak unggas oleh BUMN pangan, seperti Bulog dan PT Berdikari sebagai member Holding BUMN Pangan dan juga sektor privat.
Solusi penguatan sektor perunggasan yang didiapkan ini sifatnya in line. Hilir didorong BUMN Pangan untuk melakukan penyerapan, di hulu diamankan kepastian harganya melalui regulasi HAP. “Sehingga semuanya terukur,” kata Arief.
Baca juga : Ulama: Istri yang Mengurus Rumah Tangga Setara dengan Jihad Fisabilillah