Buruh: Bantuan Subsidi Upah Cuma Sekali, Dampak Kenaikan Harga BBM Terus-menerus

Jumlah penerima BSU lebih sedikit dari jumlah pekerja terdampak kenaikan harga BBM.

ANTARA/RAHMAD
Mahasiswa dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) berunjuk rasa di Lhokseumawe, Aceh, Selasa (30/8/2022). HMI Aceh menolak keras rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi, dan mendesak pemerintah mendesak pemerintah untuk memberantas mafia migas yang telah merugikan rakyat.
Rep: Febryan. A Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia) menilai langkah pemerintah mengalihkan subsidi BBM ke Bantuan Subsidi Upah (BSU) adalah kebijakan yang tidak tepat untuk mengurangi dampak kenaikan harga bahan bakar bersubsidi. Sebab, bantuan tersebut hanya bersifat jangka pendek. 

Baca Juga


"BSU itu hanya sekali diberikan oleh pemerintah. Sedangkan dampak kenaikan BBM itu bukan sekali, tapi terus menerus. Ini betul-betul kebijakan tidak sinkron dan tidak tepat," kata Presiden Aspek Indonesia Mirah Sumirat kepada Republika, Selasa (30/8/2022). 

Selain BSU yang bersifat jangka pendek, Mirah juga menyoroti jumlah penerimanya. Menurut dia, jumlah penerima BSU ini lebih sedikit dibandingkan jumlah pekerja yang terdampak kenaikan harga BBM. 

Untuk diketahui, pemerintah akan menyalurkan BSU pengalihan subsidi BBM senilai Rp 600 ribu untuk 16 juta pekerja. Kriteria penerimanya adalah pekerja bergaji di bawah Rp 3,5 juta dan terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. 

Padahal, kata Mirah, jumlah pekerja yang terdampak kenaikan BBM mencapai puluhan juta orang. Puluhan juta ini termasuk pekerja bergaji di bawah Rp 3,5 juta yang tak terdaftar BPJS Ketenagakerjaan, dan pekerja informal alias bukan penerima upah. 

Sementara itu, Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyebut program BSU ini tidak tepat karena tak akan dinikmati pekerja di kota-kota industri. Sebab, mereka bergaji di atas Rp 3,5 juta. Padahal, mereka adalah pihak yang paling terdampak kenaikan BBM lantaran tingginya biaya transportasi di kota-kota industri. 

Menurut Said, program BSU ini hanya siasat pemerintah mencegah pekerja marah ketika BBM bersubsidi dinaikkan. "BSU itu gula-gula, remah-remah saja. Dalam tanda petik, ini menyogok rakyat. Apalagi, penerimanya adalah pekerja bergaji Rp 3,5 juta ke bawah," kata Said Iqbal saat konferensi pers daring, Selasa.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, pemerintah akan memberikan bantuan Rp 24,17 triliun kepada masyarakat sebagai tambahan bantalan sosial atas rencana pengalihan subsidi BBM. Kebijakan itu imbas akan naiknya harga BBM. 

Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan Dita Indah Sari membeberkan kriteria pekerja yang akan menerima BSU pengalihan subsidi BBM. Selain bergaji maksimum Rp 3,5 juta, calon penerimanya juga harus terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.

"Pekerja penerima upah yang tercatat menjadi peserta di BPJS (adalah kriteria penerima BSU). Orang yang berwirausaha tidak masuk kriteria," kata Dita kepada Republika, Senin (29/8/2022). 

Dita menjelaskan, sepanjang seseorang menerima upah, entah itu dari pekerjaan sektor formal maupun informal, dan terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan, maka dia masuk kriteria penerima BSU Rp 600 ribu. Selanjutnya, Kementerian Ketenagakerjaan tinggal mengecek apakah dia bergaji di bawah Rp 3,5 juta atau lebih. 

 

Artinya, bisa saja seorang karyawan toko menerima BSU Rp 600 ribu asalkan dia terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan dan menerima upah setiap bulannya di bawah Rp 3,5 juta. Dita belum menjawab pertanyaan Republika soal kapan BSU ini akan mulai disalurkan. 

 

Postur Rancangan APBN 2023. - (Tim Infografis Republika.co.id)

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler