Pledoi, Empat Terdakwa Kasus Kebakaran Lapas Tangerang Minta Dibebaskan

Terdakwa menganggap, kebakaran lapas yang menewaskan 49 WBP bukan kesengajaan.

ANTARA/Fauzan
Terdakwa mengikuti sidang tuntutan kasus kebakaran Lapas Kelas IA Tangerang di Pengadilan Negeri Tangerang, Kota Tangerang, Provinsi Banten, Selasa (2/8/2022).
Rep: Eva Rianti Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Sidang kebakaran lembaga pemasyarakatan (Lapas) Kelas 1 Tangerang berlanjut dengan agenda pledoi atau pembelaan para terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang pada Selasa (30/8/2022). Melalui kuasa hukumnya, para terdakwa meminta untuk dibebaskan dari dakwaan. Mereka beralasan, insiden kebakaran itu murni karena musibah, bukan atas kelalaian para terdakwa.

"Kami memohon majelis hakim memutus perkara ini dengan menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), membebaskan terdakwa dari dakwaan, setidak-tidaknya melepaskan dari segala hukum," kata kuasa hukum terdakwa Herman Simarmata dalam sidang di PN Tangerang, Provinsi Banten, Selasa.


Dalam agenda pledoi tersebut, Herman menegaskan, tidak ada unsur kesengajaan dalam insiden kebakaran yang melanda Lapas Kelas 1 Tangerang yang terjadi pada 8 September 2021. Peristiwa itu membuat 49 orang warga binaan pemasyarakatan (WBP) tewas terpanggang.

Para terdakwa, yakni Rusmanto, Suparto, Yoga Widodo Nugroho, dan Panahatan Butar-Butar, justru menjadi korban yang dijadikan terdakwa dalam kasus tersebut. Padahal, menurut Herman, insiden itu merupakan masalah dalam tatanan sistem kelapasan.

"Semua keterangan saksi-saksi dalam persidangan (menginterpretasikan) bahwa ini kan sistem, jadi wajar lah kalau kami sebagai kuasa hukum meminta setiap empat terdakwa ini dibebaskan dari tuntutan jaksa karena tidak ada unsur kelalaian," jelasnya.

Herman menerangkan, masalah kebakaran tersebut tidak terlepas dari masalah manajemen lembaga pemasyarakatan, terutama mengenai bangunan yang sudah tua dan kelistrikan yang belum pernah diperbarui. Lapas Kelas 1 Tangerang diketahui berdiri sejak 1980-an. Sejak awal berdiri hingga terjadi kebakaran, bangunannya belum pernah direnovasi.

Sehingga material mudah rapuh, terutama di kamar hunian. Hal itu ditambah minimnya sarana dan prasarana untuk antisipasi kebakaran seperti apar. Herman juga menyinggung, daya tampung WBP yang jauh melebihi kapasitas menjadi akar persoalan.

Di samping itu, terkait dengan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) atau petugas jaga, kata Herman, jumlahnya sangat minim atau terbatas. Selain itu, tidak pernah ada sosialisasi atau pelatihan penanganan bencana seperti kebakaran yang dilakukan pihak pimpinan lapas atau pihak terkait.

"Adanya korban jiwa lebih dominan karena struktur bangunan sehingga sangat tidak adil dan tidak manusiawi terdakwa dipenjara karena itu," ungkap Herman.

Menanggapi pembelaan tersebut, jaksa penuntut hukum (JPU) Kejaksaan Negeri Tangerang, Adib Fachri Dili mengatakan, pihaknya menanggapinya melalui keterangan tertulis di agenda sidang berikutnya. "Karena pledoinya minta kebebasan, maka kami mengajukan tanggapan secara tertulis. Izin beri waktu satu pekan," kata Adib. Hakim pun mengabulkannya.

Agenda sidang tersebut akan berlanjut pada Selasa, 6 September 2022. JPU menuntut keempat terdakwa dengan hukuman dua tahun penjara terkait kasus kebakaran Lapas Tangerang. Suparto, Rusmanto, dan Yoga dijerat Pasal 359 KUHP tentang Kelalaian yang Menyebabkan Orang Lain Meninggal Dunia. Sementara itu Panahatan Butar-butar didakwa Pasal 188 KUHP tentang kesalahan menyebabkan kebakaran.


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler