Krisis Harga Bahan Bakar, Inflasi Melonjak di Negara Euro Capai 9,1 Persen
Inflasi di Inggris, Denmark, Norwegia yang memiliki mata uang sendiri juga melonjak.
REPUBLIKA.CO.ID, LONDON-- Inflasi di negara-negara Eropa yang menggunakan mata uang euro mencapai rekor lain pada Agustus. Hal ini didorong oleh melonjaknya harga energi terutama didorong oleh perang Rusia di Ukraina.
Seperti dilansir dari laman AP, Kamis (1/9/2022) inflasi tahunan di 19 negara zona euro naik menjadi 9,1 persen dari sebelumnya 8,9 persen pada Juli. Inflasi berada pada level tertinggi sejak pencatatan euro dimulai pada 1997.
Angka-angka terbaru menambah tekanan pada pejabat Bank Sentral Eropa untuk menaikkan suku bunga, yang dapat menjinakkan inflasi, tetapi juga menghambat pertumbuhan ekonomi.
Harga naik di banyak negara lain saat perang Rusia di Ukraina berlanjut, memicu peningkatan yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk energi dan makanan yang menekan keuangan rumah tangga. Adapun gangguan pada rantai pasokan manufaktur global yang disebabkan oleh pandemi virus corona juga berperan dalam mendorong kenaikan harga.
Musim panas ini telah menyaksikan gelombang protes dan pemogokan di seluruh dunia oleh para pekerja yang menuntut upah lebih tinggi dan orang-orang muak dengan biaya hidup yang tinggi.
Inflasi di Inggris, Denmark dan Norwegia, yang memiliki mata uang sendiri, juga melonjak, menurut data resmi yang dirilis awal bulan ini. Penduduk Inggris menghadapi lonjakan 80 persen dalam tagihan energi rumah tangga tahunan, regulator memperingatkan pekan lalu.
Inflasi juga tinggi di AS, menambah urgensi bagi The Fed untuk terus menaikkan suku bunga. Harga naik 8,5 persen pada Juli dibandingkan dengan tahun sebelumnya, diperkirakan lebih rendah dari 9,1 persen pada Juni.
Zona euro, harga energi melonjak 38,3 persen, meskipun angkanya sedikit lebih rendah dari bulan sebelumnya, sementara harga pangan naik lebih cepat 10,6 persen."Masalah spesifik Eropa terus mendorong inflasi lebih tinggi. Krisis pasokan gas dan kekeringan menambah tekanan sisi penawaran pada inflasi saat ini,” tulis ekonom senior ING Bank Bert Colijn.
Rusia, produsen energi utama, telah mengurangi aliran gas ke negara-negara Eropa yang telah memihak Ukraina dalam perang, sebuah langkah yang mendatangkan malapetaka dengan harga.
Pada saat yang sama, hampir separuh Eropa telah dilanda kekeringan yang belum pernah terjadi sebelumnya yang merugikan ekonomi pertanian, menghambat produksi tanaman pokok seperti jagung, dan menaikkan harga pangan.
Kenaikan harga untuk barang-barang manufaktur seperti pakaian, peralatan, mobil, komputer dan buku meningkat menjadi lima persen dan biaya layanan naik 3,8 persen.
Kelemahan euro adalah faktor lain yang menjaga harga tetap tinggi. Mata uang telah tergelincir di bawah paritas dengan dolar, yang dapat membuat barang-barang impor lebih mahal, terutama minyak, yang dihargai dalam dolar.