Tak Pandai Berterima Kasih
Rasulullah mengajarkan agar setiap karunia sekecil apa pun adalah anugerah Ilahi.
REPUBLIKA.CO.ID, OLEH HASAN BASRI TANJUNG
Suatu ketika, Nabi Muhammad SAW naik ke mimbar, lalu bersabda.Siapa saja yang tidak bersyukur atas karunia yang sedikit, maka ia tidak akan bersyukur akan karunia yang banyak. Dan, siapa saja yang tidak berterima kasih kepada manusia, maka ia tidak akan bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla.Menampakkan nikmat adalah kesyukuran dan menyembunyikannya adalah kekufuran. Berjamaah itu rahmat dan berpecah belah itu azab. (HR Ahmad).
Beliau hendak mengajarkan agar kita menghargai setiap karunia sekecil apa pun sebagai anugerah Ilahi.
Tidaklah patut menyepelekan nikmat yang sedikit karena berharap yang banyak. Begitu pula, tak boleh meremehkan yang kecil karena tidak dapat meraih yang besar. Jika ingin meraih karunia yang banyak dan besar, mesti belajar mensyukuri nikmat yang kecil dan sedikit. Karunia yang sedikit dan kecil akan terasa banyak dan besar jika disyukuri.Sebaliknya, karunia yang banyak dan besar pun akan terasa sedikit dan kecil jika tak disyukuri (QS Ibrahim [14]: 7).
Prof Quraisy Shihab, dalam buku Menyingkap Tabir Ilahi menjelaskan bahwa manusia yang bersyukur kepada manusia adalah memuji kebaikan dan membalasnya dengan sesuatu yang lebih baik atau lebih banyak. Siapa yang tidak pandai bersyukur atas kebaikan manusia maka dia pun tidak akan pandai mensyukuri Allah. Allah tidak akan menerima syukur seorang sebelum ia mensyukuri kebaikan orang lain karena kebaikan orang yang diterimanya itu bersumber dari Allah juga.
Kesyukuran atau berterima kasih adalah salah satu nama-nama Allah yang baik (al-Asma al-Husna), yakni asy-Syakuur (Yang Maha Menerima Syukur). Artinya, Allah pun bersyukur atas amal saleh yang dipersembahkan oleh hamba-Nya dengan cara melipatgandakan balasannya (QS al- Baqarah [2]: 261). Kita diperintahkan meneladan sifat Allah tersebut dengan bersyukur kepada-Nya dan berterima kasih kepada manusia, terutama kedua orang tua (QS Luqman [31]: 14).
Prof KH Didin Hafidhuddin dalam kajian Tafsir Jalalain menjelaskan, Dijadikan indah bagi manusia kecintaan kepada aneka kesenangan yang berupa perempuan, anak-anak..., menjadi isyarat bahwa naluriah orang tua pasti menyayangi anaknya. Sementara anak mesti dididik agar menyayangi orang tuanya. Jika tidak, mereka akan menjadi musuh dan fitnah (QS Ali Imran [3]:14).
Demikian juga, orang kaya menolong kaum dhuafa dengan tulus semata mengharap ridha Allah dan tidak berharap balasan (QS al-Insan [76]: 8-9). Namun, mereka yang ditolong wajib berterima kasih sebagai tanda syukur kepada Allah. Oleh karena itu, mereka harus diajarkan cara berterima kasih yakni berperilaku tertib, disiplin, dan tanggung jawab. Namun, sebagian tidak pandai berterima kasih dan mereka termasuk orang miskin yang sombong (HR Muslim).
Walhasil, Allah SWT tidak suka kepada orang kaya atau penguasa yang tidak pandai berterima kasih (zalim). Namun, Allah lebih tidak suka kepada seorang anak yang tidak pandai berterima kasih kepada orang tuanya (durhaka). Begitu pun, orang miskin yang tidak pandai berterima kasih kepada orang yang menolongnya (tak tahu diri).Tiada balasan yang pantas selain penderitaan sampai akhirat nanti.Allahu a'lam bissawab.