Tafsir An Naml Ayat 80: Jika Hati Sudah Terkunci, Petunjuk Nabi pun tak Bisa Menyadarkan

Nabi tidak mampu memasukkan petunjuk ke dalam hati orang yang sudah terkunci mati.

ANTARA/Ahmad Subaidi
Tafsir An Naml Ayat 80: Jika Hati Sudah Terkunci, Petunjuk Nabi pun tak Bisa Menyadarkan
Rep: Fuji E Permana Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Alquran menjelaskan bahwa petunjuk dari Nabi Muhammad SAW tidak bisa sampai ke hati orang yang sudah terkunci atau berpaling ke belakang. Hal ini menggambarkan betapa bahayanya jika hati sudah terkunci dan berpaling dari petunjuk Nabi Muhammad SAW. Hal ini dijelaskan dalam Surat An-Naml Ayat 80 dan tafsirnya.

Baca Juga


اِنَّكَ لَا تُسْمِعُ الْمَوْتٰى وَلَا تُسْمِعُ الصُّمَّ الدُّعَاۤءَ اِذَا وَلَّوْا مُدْبِرِيْنَ

"Sesungguhnya engkau tidak dapat menjadikan orang yang mati dan orang yang tuli dapat mendengar seruan apabila mereka telah berpaling ke belakang". (QS An-Naml: 80)

Diterangkan Tafsir Kementerian Agama, pada ayat ini, Allah menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak ditugaskan supaya menjadikan orang-orang musyrik itu beriman. Beliau hanya ditugaskan untuk menyampaikan seruan atau risalah dari Allah SWT.

Tidak termasuk wewenang Nabi Muhammad SAW untuk memaksa orang kafir menjadi seorang mukmin. Hal tersebut berada dalam kekuasaan Allah.

Nabi tidak mampu memasukkan petunjuk ke dalam hati orang yang sudah terkunci mati. Ayat ini juga menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati itu mendengar dan tidak pula menjadikan orang-orang tuli mendengar panggilan, terlebih lagi bila hati mereka telah berpaling ke belakang.

Kalimat “orang-orang yang mati” dan “orang-orang yang tuli” dalam ayat ini adalah ungkapan metafora. Maksudnya adalah orang-orang musyrik itu dianggap sebagai orang yang sudah mati pikirannya, sudah tuli dan tidak dapat mendengar panggilan serta ajakan kebaikan.

Mereka telah berpaling ke belakang. Mereka diserupakan dengan orang yang mati dan orang yang tuli karena semua ayat yang dibacakan kepada mereka tidak berpengaruh sama sekali. Walaupun secara umum ayat ini menjelaskan bahwa orang yang telah mati tidak dapat mendengar seruan orang yang masih hidup, tetapi ada beberapa hadis yang sahih, seperti yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, yang menerangkan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah berbicara pada mayat-mayat kaum musyrikin yang terbunuh waktu perang Badar dan dikubur bersama-sama dalam sebuah sumur.

 

 

Melihat hal itu, sebagian sahabat, di antaranya Umar bin Khattab, menyatakan keheranannya dengan bertanya mengapa Rasulullah berbicara dengan orang yang sudah meninggal. Menanggapi hal itu, Rasulullah bersabda: Kamu tidak lebih mendengar daripada mereka terhadap apa yang aku katakan, hanya saja mereka tidak dapat menjawab. (Riwayat Imam Muslim dari Anas bin Malik)

Pengertian yang terkandung dalam hadis di atas adalah bahwa orang-orang yang masih hidup dan mayat-mayat itu sama dapat mendengar ucapan Nabi. Akan tetapi, orang yang masih hidup dapat menjawab, sedangkan mereka tidak.

Dalam beberapa hadis yang sahih diterangkan pula oleh Nabi bahwa bila seorang mayat telah selesai dimasukkan ke kuburnya, ia dapat mendengar suara sepatu atau terompah orang-orang yang mengantarnya. Sebagai seorang penyampai risalah Allah, Nabi tidak dapat memberi hidayah kepada orang-orang musyrik untuk menjadi mukmin sebagaimana yang terjadi dengan paman Nabi yaitu Abu Thalib yang hingga akhir hidupnya tidak beriman.

"Sungguh, engkau (Nabi Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk" (Al-Qasas: 56)

Tugas Nabi hanya memberi petunjuk dalam arti memberi bimbingan (irsyad), memberi keterangan (bayan), dan melaksanakannya, sebagaimana firman Allah: "Dan sungguh, engkau benar-benar membimbing (manusia) kepada jalan yang lurus." (QS Asy-Syura: 52)

Pengertian hidayah pada Surah al-Qasas ayat 56 di adalah “taufik”. Hal ini mengandung pengertian bahwa Nabi tidak mempunyai kewenangan untuk memberi taufik kepada manusia, walaupun terhadap orang yang dicintainya, misalnya Abu Thalib.

Hanya Allah yang dapat memberi hidayah dalam arti taufik kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya. Adapun hidayah pada Surat As-Syura: 52 bermakna tabyin dan irsyad. Hal ini berarti bahwa Nabi mempunyai kewenangan untuk memberi penjelasan dengan petunjuk yang luas.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler