Rusia: Satelit Pribadi Bisa Jadi Target yang Sah Selama Masa Perang
Penggunaan satelit komersial meruoakan keterlibatan tak langsung dalam konflik.
REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia melanjutkan tren membuat pernyataan provokatif tentang tatanan internasional di luar angkasa. Ketika Amerika Serikat (AS) terus memanfaatkan lebih banyak satelit komersial untuk pekerjaan intelijen dan komunikasi, Rusia telah mengeluarkan peringatan bahwa ini mungkin menjadi “target yang sah” untuk operasi masa perang.
Pernyataan itu dibuat oleh delegasi Rusia pada Senin (12/9/2022) pada pertemuan kelompok kerja terbuka Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) (OEWG) tentang pengurangan ancaman ruang angkasa. Kegiatan itu diadakan di Jenewa dari 12 September hingga 16 September.
Dilansir dari Space, Sabtu (17/9/2022), tujuan pertemuan kelompok kerja adalah untuk membahas bagaimana mengurangi ancaman dan meningkatkan kerja sama di ruang angkasa melalui penciptaan dan adopsi norma-norma baru dan prinsip-prinsip perilaku yang bertanggung jawab.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Konstantin Vorontsov, anggota Kementerian Luar Negeri Rusia untuk Kantor Urusan Perlucutan Senjata PBB. Dalam sebuah pernyataan yang disampaikan Senin (12/9/2022), Vorontsov menyatakan bahwa delegasi Rusia ingin menggarisbawahi tren yang sangat berbahaya yang melampaui penggunaan teknologi luar angkasa yang tidak berbahaya dan telah menjadi jelas selama peristiwa di Ukraina.
Vorontsov mengatakan penggunaan aset satelit komersial dan sipil oleh AS dan sekutunya selama invasi yang sedang berlangsung ke Ukraina merupakan keterlibatan tidak langsung dalam konflik-konflik militer apakah mereka menyadarinya atau tidak dan bahwa apa yang disebut “infrastruktur kuasi-civil dapat menjadi target yang sah untuk pembalasan.”
“Paling tidak, penggunaan satelit sipil yang provokatif ini dipertanyakan di bawah Perjanjian Luar Angkasa, yang mengatur penggunaan luar angkasa secara eksklusif untuk tujuan damai, dan harus dihukum keras oleh komunitas internasional," katanya.
Komentar Rusia tentang penargetan aset-aset komersial di luar angkasa muncul setelah invasi berkelanjutannya ke Ukraina mendorong SpaceX Elon Musk untuk mengirim beberapa pengiriman terminal Starlink ke Ukraina untuk meningkatkan jangkauan internet dan konektivitas menyusul serangan Rusia terhadap infrastruktur penting. Selain Starlink, perusahaan citra satelit komersial seperti Planet, Maxar dan BlackSky telah menyediakan intelijen penting dengan mengambil gambar konflik dari atas dan membagikannya secara terbuka, memainkan peran penting yang tak terduga selama invasi Rusia.
Pernyataan delegasi Rusia selanjutnya memperingatkan PBB terhadap penerapan aturan noninklusif yang terfragmentasi untuk mengatur kegiatan ruang angkasa, yang tidak mempertimbangkan pendekatan semua negara anggota PBB dan berusaha untuk memastikan dominasi ruang angkasa dari sekelompok kecil negara.
Sebaliknya, Rusia berpendapat bahwa negara anggota PBB harus “fokus pada asumsi kewajiban nasional dan internasional untuk tidak menempatkan senjata dalam bentuk apa pun di luar angkasa (termasuk di orbit di sekitar Bumi dan di benda-benda langit) dan melarang ancaman atau penggunaan kekuatan terhadap atau dengan benda-benda luar angkasa, serta memperkenalkan larangan lengkap dan komprehensif pada senjata serang di luar angkasa untuk digunakan terhadap benda-benda luar angkasa.”
Pernyataan Rusia di UN OEWG tentang ancaman luar angkasa datang hanya satu hari setelah dua negara lagi, Jerman dan Jepang, berjanji untuk tidak melakukan tes antisatelit (ASAT) yang merusak. Keduanya bergabung dengan paduan suara negara-negara termasuk Amerika Serikat, Kanada, dan Selandia Baru yang telah berkomitmen untuk mengurangi puing-puing luar angkasa setelah uji coba Rusia pada November 2021 yang menuai kecaman internasional secara luas.