Presiden Iran Minta Jaminan dari AS

AS pernah melanggar janjinya dalam kesepakatan yang menahan program nuklir Iran.

Sergei Bobylev, Sputnik, Kremlin Pool Photo v
Presiden Iran Ebrahim Raisi menghadiri KTT Organisasi Kerjasama Shanghai (SCO) di Samarkand, Uzbekistan, Jumat, 16 September 2022.
Rep: Lintar Satria Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Iran Ebrahim Raisi mengatakan Teheran akan serius pada kesepakatan untuk mengaktifkan kembali perjanjian program nuklir 2015 bila ada jaminan dari Amerika Serikat (AS) tidak akan keluar lagi. Hal ini ia sampaikan dalam wawancara di stasiun televisi.

Baca Juga


Bulan lalu Kementerian Luar Negeri Iran mengatakan Teheran membutuhkan jaminan yang lebih kuat dari Washington untuk mengaktifkan kembali Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Iran juga mendesak lembaga pemantau nuklir mencabut "penyelidikan bermotif politik" pada program nuklir Teheran.

Dalam program 60 Minutes di stasiun televisi CBS yang dilakukan Selasa (13/9/2022) lalu Raisi mengatakan bila kesepakatannya bagi dan adil maka Iran akan serius untuk mencapai kesepakatan. Pernyataan ini kembali diungkapkan dalam pidatonya sebelum berangkat ke Majelis Umum PBB di New York pekan ini.

"Ini harus bertahan lama, harus ada jaminan, bila ada jaminan, maka Amerika tidak dapat keluar dari kesepakatan," katanya.

Ia mengatakan AS pernah melanggar janjinya dalam kesepakatan yang menahan program nuklir Iran dengan imbalan dicabutnya sanksi ekonomi AS, Uni Eropa dan PBB itu. "Mereka melakukan dengan sepihak, mereka mengatakan 'saya keluar dari kesepakatan', kini membuat janji jadi tidak berarti," kata Raisi.

"Kami tidak bisa percaya Amerika karena perilaku yang telah kami lihat dari mereka, maka itu bila tidak ada jaminan tidak ada kepercayaan," tambahnya.

CBS yang merupakan jaringan stasiun televisi AS mengatakan wawancara dengan jurnalis Lesley Stahl merupakan wawancara pertama Raisi dengan reporter Barat.

"Saya diberitahu harus berpakaian seperti apa, tidak duduk sebelum ia duduk, dan tidak menyelanya," kata Stahl.  

Dalam perundingan yang berlangsung selama berbulan-bulan antara AS dan Iran di Wina, Teheran meminta jaminan agar tidak ada presiden AS di masa depan mengeluarkan AS dari JCPOA seperti yang dilakukan mantan Presiden Donald Trump. Kesepakatan itu hampir tercapai bulan Maret.

Namun kemudian perundingan tak langsung AS dan Iran itu terhenti karena beberapa masalah. Salah satunya desakan Teheran agar Badan Energi Atom Internasional menghentikan penyelidikan pada jejak uranium di tiga lokasi yang ditemukan sebelum JCPOA diaktifkan.

Belum ada tanda Teheran dan Washington dapat mengatasi perbedaan tapi Iran diperkirakan akan menggunakan Majelis Umum PBB untuk mempertahankan bola diplomasi terus berjalan. Iran selalu mengatakan bersedia untuk meraih kesepakatan.

Namun Presiden Joe Biden tidak dapat memberikan jaminan pasti yang diinginkan Iran. Sebab JCPOA lebih merupakan kesepahaman politik dibandingkan perjanjian yang terikat secara hukum.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler