Presiden Moldova akan Cabut Kewarganegaraan Warga yang Perang ke Ukraina

Sanksi ini diberikan setelah keputusan mobilisasi pasukan cadangan oleh Rusia.

AP Photo/Mary Altaffer
Presiden Moldova Maia Sandu berpidato di sesi ke-77 Majelis Umum PBB, Rabu, 21 September 2022, di markas besar PBB.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, CHISINAU -- Moldova akan mencabut kewarganegaraan warganya yang ikut pergi berperang untuk Rusia di Ukraina. Presiden Maia Sandu mengatakan, langkah ini diambil setelah Presiden Rusia Vladimir Putin memutuskan memobilisasi pasukan cadangan untuk berperang di Ukraina.

Baca Juga


Sejauh ini ada 200 ribu orang dengan kewarganegaraan ganda Moldova-Rusia yang tinggal di wilayah Trandniestria, yang memisahkan diri. Sandu mengatakan ada risiko bahwa beberapa dari orang-orang itu dapat dipanggil oleh Rusia untuk berperang.

"Untuk mencegah hal itu terjadi, kami sedang menganalisis kemungkinan penerapan proses pencabutan kewarganegaraan Moldova bagi orang-orang (dengan paspor Rusia) yang berjuang di pihak agresor," kata Sandu.

"Kami juga melihat kemungkinan untuk membuat hukuman lebih keras bagi warga negara Moldova (tanpa paspor Rusia) yang berada di jajaran angkatan bersenjata agresor," ujar Sandu menambahkan.

Sandu mengatakan, Moldova mengadakan konsultasi dengan Moskow untuk mencegah warganya dipanggil ke medan perang. Rusia telah menempatkan pasukan penjaga perdamaian di Transdniestria sejak awal 1990-an ketika konflik bersenjata separatis pro-Rusia merebut sebagian besar wilayah dari kendali Moldova.

Sebelumnya pekan lalu, dalam pidato yang disiarkan di televisi, Putin mengumumkan langkah untuk mencaplok empat provinsi Ukraina dan mengancam akan menggunakan senjata nuklir untuk membela Rusia. Tanpa memberikan bukti, Putin menuduh para pejabat di negara-negara NATO mengancam akan menggunakan senjata nuklir untuk melawan Rusia. 

“Ketika integritas teritorial negara kami terancam, kami pasti akan menggunakan semua cara yang kami miliki untuk melindungi Rusia dan rakyat kami. Ini bukan gertakan," ujar Putin.

Penerbangan keluar dari Rusia dengan cepat terjual habis. Sementara pemimpin oposisi yang dipenjara Alexei Navalny menyerukan demonstrasi massal menentang mobilisasi masyarakat Rusia ke medan perang di Ukraina.

Rusia mengatakan beberapa orang sudah menerima pemberitahuan panggilan perang. Sementara polisi melarang kaum pria meninggalkan kota di selatan Rusia. Kelompok pemantau protes independen OVD-Info mengatakan lebih dari 1.300 orang telah ditahan dalam protes pada Rabu (21/9/2022) malam.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler