Korut Diprediksi Uji Coba Nuklir dalam Waktu Dekat
Korea Utara diprediksi uji coba nuklir antara 16 Oktober dan 7 November.
REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Utara (Korut) telah menyelesaikan persiapan untuk uji coba nuklir. Badan Intelijen Nasional (NIS) Korea Selatan pada Rabu (28/9/2022) mengatakan kepada parlemen, kemungkinan Korut melangsungkan uji coba nuklir antara 16 Oktober dan 7 November.
Dua legislator Korea Selatan mengatakan, persiapan uji coba nuklir oleh Korut telah diselesaikan di terowongan uji Punggye-ri. Korut telah melakukan enam uji coba bawah tanah sejak 2006.
NIS mengatakan, uji coba nuklir bergantung pada berbagai acara seperti kongres partai di China yang merupakan sekutu utama Korut, dan pemilihan paruh waktu di Amerika Serikat. Uji coba juga tergantung pada apakah Pyongyang dapat mengendalikan wabah Covid-19.
"NIS mengatakan mereka tidak dapat menghitung probabilitas tetapi berasumsi Korut akan membuat keputusan komprehensif berdasarkan hubungan internasional dan situasi Covid-nya," kata seorang legislator, Youn Kun-young.
Korut menembakkan rudal balistik ke arah laut di lepas pantai timur pada Ahad (25/9/2022). Rudal balistik ini ditembakkan menjelang kunjungan Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) Kamala Harris ke Korea Selatan.
Militer Korea Selatan mengatakan, Korut menembakkan rudal balistik jarak pendek tunggal di dekat daerah Taechon di Provinsi Pyongyan Utara. Rudal ditembakkan tepat sebelum pukul 07.00 waktu setempat dan terbang sekitar 600 kilometer pada ketinggian 60 km dan kecepatan Mach 5.
"Peluncuran rudal balistik Korea Utara adalah tindakan provokasi serius yang mengancam perdamaian dan keamanan semenanjung Korea dan komunitas internasional," kata Kepala Staf Gabungan Korea Selatan, Kim Seung-kyum dalam sebuah pernyataan.
Setelah peluncuran rudal tersebut, Kim Seung-kyum dan Komandan Pasukan Korea-AS, Paul LaCamera membahas situasi dan menegaskan kembali kesiapan mereka untuk menanggapi setiap ancaman atau provokasi dari Korut. Dewan Keamanan Nasional Korea Selatan mengadakan pertemuan darurat untuk membahas langkah-langkah tanggapan dan mengutuk peluncuran rudal tersebut sebagai pelanggaran nyata terhadap Resolusi Dewan Keamanan PBB.
Menteri Pertahanan Jepang, Yasukazu Hamada memperkirakan rudal itu mencapai ketinggian maksimum pada 50 kilometer dan mungkin terbang pada lintasan yang tidak teratur. Hamada mengatakan, rudal itu jatuh di luar zona ekonomi eksklusif Jepang dan tidak ada menimbulkan gangguan lalu lintas udara maupun laut.
Para ahli mengatakan, rudal jarak pendek yang diuji oleh Korea Utara dalam beberapa tahun terakhir telah dirancang untuk menghindari pertahanan rudal dengan bermanuver selama penerbangan. Rudal tersebut juga terbang pada lintasan yang lebih rendah.
"Jika Anda memasukkan peluncuran rudal jelajah, ini peluncuran kesembilan belas, yang merupakan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya. "Tindakan Korea Utara merupakan ancaman bagi perdamaian dan keamanan negara kita, termasuk kawasan dan komunitas internasional. Rudal ditembakkan saat invasi Ukraina berlangsung dan ini tidak dapat dimaafkan," kata Hamada.
Hamada menambahkan, Jepang telah menyampaikan protes melalui kedutaan Korea Utara di Beijing. Peluncuran itu dilakukan setelah kedatangan kapal induk Amerika bertenaga nuklir USS Ronald Reagan di Korea Selatan. Kapal induk AS tersebut akan berpartisipasi dalam latihan bersama dengan pasukan Korea Selatan selama empat hari mulai 26-29 September. Rudal itu juga ditembakkan menjelang kunjungan Harris ke Seoul pekan depan.
Ini adalah pertama kalinya Korea Utara melakukan peluncuran rudal, setelah menembakkan delapan rudal balistik jarak pendek dalam satu hari di awal Juni. Tindakan Pyongyang ini membuat Amerika Serikat menyerukan lebih sanksi karena melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB.
Korut menolak resolusi PBB. Korea Utara menilai resolusi PBB sebagai pelanggaran hak kedaulatan untuk pertahanan diri dan eksplorasi ruang angkasa. Pyongyang juga telah mengkritik latihan militer gabungan oleh Amerika Serikat dan Korea Selatan. Latihan ini dinilai sebagai bukti kebijakan permusuhan mereka.
Latihan tersebut juga telah dikritik oleh Rusia dan China, yang telah meminta semua pihak untuk menahan diri agar tidak meningkatkan ketegangan di kawasan itu. Rusia dan Cina juga menyerukan pelonggaran sanksi terhadap Korea Utara.
Korea Utara melakukan sejumlah uji coba rudal yang belum pernah terjadi sebelumnya tahun ini. Termasuk rudal balistik antarbenua untuk pertama kalinya sejak 2017. Amerika Serikat dan Korea Selatan mengatakan, mereka akan meningkatkan latihan bersama dan unjuk kekuatan militer untuk mencegah Pyongyang.
"Latihan pertahanan tidak akan mencegah uji coba rudal Korea Utara. Tetapi kerjasama keamanan AS-Korea Selatan membantu untuk mencegah serangan Korea Utara dan melawan paksaan Pyongyang, dan sekutu tidak boleh membiarkan provokasi menghentikan mereka dari melakukan pelatihan militer dan pertukaran yang diperlukan untuk mempertahankan aliansi," kata seorang profesor hubungan internasional di Universitas Ewha di Seoul, Leif-Eric Easley.