Industri dan Petani Tembakau Minta Cukai tak Naik pada 2023

Kenaikan cukai di 2023 bisa sebabkan pengurangan karyawan industri rokok

ANTARA/Yusuf Nugroho
Sejumlah buruh rokok memproduksi Sigaret Kretek Tangan (SKT) di Kudus, Jawa Tengah. Kebijakan pemerintah menaikkan cukai hasil tembakau atau cukai rokok setiap tahun dinilai tidak adil. Saat pandemi Covid 19 sedang menggila pada 2020-2021, industri lainnya di tanah air mendapat insentif, industri rokok justru dibebani dengan kenaikan cukai rokok yang besar dan memberatkan.
Rep: Novita Intan Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Kebijakan pemerintah menaikkan cukai hasil tembakau atau cukai rokok setiap tahun dinilai tidak adil. Saat pandemi Covid 19 sedang menggila pada 2020-2021, industri lainnya di tanah air mendapat insentif, industri rokok justru dibebani dengan kenaikan cukai rokok yang besar dan memberatkan. 


Pada 2022 pemerintah mengeluarkan kebijakan menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang berdampak negatif ke berbagai sektor kehidupan masyarakat termasuk industri. Maka itu, agar industri rokok tidak semakin menderita dan tumbang, pemerintah diminta bijaksana dengan tidak menaikan cukai rokok pada 2023 mendatang.

“Kami sangat menolak kenaikan cukai rokok pada 2023. Kami sudah sampaikan hal ini ke menteri keuangan dengan alasan tentunya, bukan hanya sekedar menolak karena selama ini formasi realistis saja. Tahun depan dengan baru pulihnya ekonomi seusai pandemic kita memohon pemerintah tidak menaikkan cukai pada tahun depan,” ujar Ketua Harian Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) Heri Susianto kepada wartawan, Kamis (29/9/2022).

Menurutnya apabila pemerintah ngotot menaikkan cukai rokok banyak dampak negatif yang ditimbulkan. Pertama, akan terjadi pengurangan pegawai atau buruh yang berarti menghasilkan pengangguran yang sangat banyak. Padahal saat ini ekonomi sedang sangat sulit. Yang kedua akan semakin banyak rokok ilegal. Kedua, industri rokok terutama pabrikan rokok menengah dan kecil semakin banyak yang gulung tikar.

“Itu berarti menimbulkan efek negatif juga bagi pemerintah, akan semakin mempersulit ekonomi,” ucapnya.

Sementara itu Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Benny Wahyudi menambahkan usulan kenaikan cukai rokok setiap tahun selain karena pemerintah membutuhkan dana juga karena adanya tekanan dari dunia luar terutama kalangan lembaga swadaya masyarakat, agar menaikan cukai rokok. Benny berharap pemerintah berani melawannya dengan tidak menaikan cukai rokok. 

“Pemerintah seharusnya mempertimbangkan kepentingan industri nasional, kepentingan ekonomi nasional, kepentingan petani, dan kepentingan buruh. Di sini harusnya ada keseimbangan. Apalagi kita baru saja menghadapi Covid-19 yang memporak porandakan sektor ekonomi secara keseluruhan. Industri rokok sebagai bagian dari industri dan bagian dari ekonomi harusnya dapat pulih dulu, terlepas dari adanya gerakan anti tembakau tadi,” ucapnya.

Penolakan yang sama juga disampaikan kalangan petani tembakau. Penasehat Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) wilayah Jawa Tengah Triyono dengan tegas menolak rencana atau usulan kenaikan cukai rokok pada 2023 mendatang.

“Tidak perlu adanya kenaikan Cukai Rokok, Sebesar apapun tidak perlu dinaikan, Karena selama ini cukai rokok sudah sangat tinggi. Karena itu pemerintah tidak perlu manaikannya lagi,” ucapnya.

Menurut Triyono, kenaikan cukai rokok yang dilakukan pemerintah setiap tahun, bukan hanya merugikan kalangan industri rokok beserta para buruhnya. Petani tembakau pun terkena imbasnya. Sebab pembelian tembakau produksi petani menjadi semakin berkurang. Hal ini merugikan dan menyengsarakan nasib dan perekonomian petani tembakau yang sedang susah karena terkena dampak kenaikan BBM.

“Kalau pemerintah masih juga menaikan cukai rokok, akan semakin memperburuk kondisi kesejahteraan petani tembakau. Akan banyak dari para petani tembakau yang berhenti menanam tembakau karena terus merugi. Dan itu menyengsarakan nasib petani tembakau,” ucapnya.

 

Penolakan yang sama disampaikan Ketua Umum Koalisi Masyarakat Tembakau Indonesia, Bambang Elf. Menurutnya, kenaikan cukai rokok akan berdampak pada pengurangan pegawai sektor industri tembakau. Setiap kali ada kenaikan cukai rokok, akan ada pengurangan buruh dan pegawai sektor IHT.

“kenaikan cukai ini berpotensi dan punya pengaruh negatif terhadap sektor ketenagakerjaan di sektor industri hasil tembakau. Tahun ini dan tahun 2023 pemerintah harus memberikan kompensasi dengan tidak menaikkan cukai agar IHT tetap bertahan,” ucapnya.

Secara terpisah, Peneliti yang juga dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Imaniar kembali menyampaikan pandanganya, kenaikan cukai rokok jika ditujukan untuk mengurangi konsumsi rokok di tengah masyarakat. Hal ini tidak tepat sasaran. Kenaikan cukai rokok justru berpengaruh terhadap pengurangan tenaga kerja sektor IHT. Selain itu juga akan semakin memperbanyak beredarnya rokok rokok ilegal yang justru merugikan pemerintah.

“Hasil survey kami menunjukkan bahwa sebanyak 67,3 persen responden menyatakan rokok merupakan sajian penting yang harus tersedia dalam berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan. Artinya, kenaikan harga rokok tidak akan serta merta menurunkan angka konsumsinya. Para perokok akan mencari alternatif jenis rokok lain yang harganya terjangkau. Hal itulah yang menyebabkan munculnya peluang peredaran rokok ilegal. Meskipun volume produksi legal turun, namun jumlah konsumsi belum tentu turun,” ucapnya.

 

Ketua Harian Formasi Heri Susianto, Ketua Umum Gaprindo Beny Wahyudi, Ketua Umum Koalisi Masyarakat Tembakau Indonesia Bambang Elf maupun Pengurus APTI, Tryono sepakat agar pemerintah segera membuat roadmap industri tembakau Indonesia. Namun pembuatan roadmap terebut harus melibatkan semua pihak, bukan hanya perwakilan masyarakat dan profesional bidang Kesehatan, tapi juga pelaku IHT termasuk di dalamnya perwakilan petani tembakau dan perwakilan buruh IHT.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler