Mualaf Sujiman, Pembenci Adzan dan Muslim yang Diperlihatkan Alam Kematian 

Mualaf Sujiman termasuk pembenci suara adzan dan Muslim sebelum bersyahadat

Dok Istimewa
Mualaf Sujiman termasuk pembenci suara adzan dan Muslim sebelum bersyahadat
Rep: Ratna Ajeng Tejomukti Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sujiman (38 tahun) pria asal Semarang ini tinggal di lingkungan mayoritas non Muslim. 

Baca Juga


Sejak lahir Jiman, sapaan akrabnya, mengikuti agama neneknya. Kemudian ketika remaja muncul pertanyaan-pertanyaan kritis soal keyakinannya.

"Saya bertanya tentang sosok Tuhan yang punya anak dan bapak, tetapi pemuka agama di tempat tinggal saya tidak bisa menjelaskan,"ujar dia kepada  Republika.co.id belum lama ini. 

Karena tak kunjung mendapat jawaban yang logis, Jiman memutuskan untuk mencari kebenaran tentang Tuhan di agama lain. Jiman pindah agama mengikuti agama sang ibu yang juga non Muslim.  

Saat itu Jiman mengikuti agama ibunya ketika berusia 15 tahun. Di agama barunya ini Jiman kembali mempertanyakan konsep ketuhanan. 

Lagi-lagi sosok yang disembah di agama Jiman ini juga seseorang yang memiliki orang tua. Hal ini timbul pertanyaan, alasan menyembah anaknya dan bukan kedua orang tuanya. 

Dalam pencarian kebenaran sosok Tuhan ini, Jiman yang sejak kecil membenci adzan dan Muslim ini justru diberikan mimpi-mimpu yang aneh. Jiman tak pernah berteman dengan seorang Muslim. 

Bahkan Muslim di kampung halamannya hanya ada sekitar tujuh keluarga. Namun mimpi yang datang belakangan dua ketahui adalah simbol-simbol yang ada pada Islam. 

Jiman memimpikan hal tersebut sejak 1999. Perjalanan mimpi awal mulanya adalah Jiman diperlihatkan perjalanan ke arah barat menuju timur.  

Selama perjalanan dia melihat jalan yang gelap. Kemudian datang dua orang dari arah sebaliknya dan kemudian jalan terang benderang. 

Jiman ditunjukkan sebuah bangunan yang belakangan setelah memeluk Islam dia mengetahui bahwa itu bangunan Kabah. Dalam mimpi tersebut, Jiman seperti diberikan petunjuk tentang Islam. 

Lalu timbul pertanyaan alasan Allah SWT ingin dia memeluk Islam. Lalu Jiman seperti meminta bukti mengenai Islam bahwa Tuhan benar-benar menginginkannya, Jiman meminta Allah SWT memberikan petunjuk bahwa diperlihatkan matahari dan bulan terbit bersamaan. 

Jiman pun diminta untuk berjalan ke arah barat, dan melihat bulan dan matahari terbit bersamaan dari arah timur. Jiman masih belum meyakini bahwa hal itu sebuah petunjuk. 

Jiman kembali meminta diperlihatkan matahari, bulan dan bintang berada sejajar. Allah SWT pun mengabulkan permintaannya. Dia pun masih mengingkari petunjuk keislaman.  

Hingga Jiman diperlihatkan alam kubur setelah kematian. Jiman seperti merasakan keadaan sebenarnya proses dicabut nyawa.  

Dia terbangun setelah orang-orang pergi dari kuburannya. Di sana seperti perkampungan di dunia. 

Satu kampung penuh orang-orang yang mendapatkan siksa kubur. Dan satu kampung penuh dengan orang-orang yang mendapat nikmat kubur. 

Sedangkan Jiman sembari melihat hal itu, dia merasakan kenikmatan kubur. Hanya saja setelah merasakan nikmat kubur, tiba-tiba ada dua orang yang meminta Jiman untuk kembali ke dunia, karena Jiman belum waktunya untuk berada di alam kubur. 

Setelah itu Jiman kembali bermimpi sedang berada di samping Kabah dan dibimbing bersyahadat dan bacaan sholat. Dalam mimpi tersebut Jiman pun mengucapkan syahadat dan hafal Al Fatihah. 

Setelah mengalami mimpi-mimpi tersebut, Jiman berjalan bersama teman sekolahnya ke toko buku. Sampai ke bagian agama, tiba-tiba Alquran terjemahan jatuh di hadapannya dan terbuka di bagian ayat yang membuatnya terkejut. 

 

Dalam surat Al Imran ayat 102, disebutkan terjemahan Alquran, “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.”

Sejak saat itu dia membeli Alquran terjemahan dan mempelajarinya secara sembunyi-sembunyi. Karena Jiman terlalu malu akibat sejak kecil yang membenci Islam dan tidak berani untuk bertanya. 

Setelah memahami seorang diri, Jiman kemudian bertekad untuk bersyahadat. Pada 2003, dia mulai mencari kyai untuk membimbing.  

Setelah mencari-cari, Jiman bertemu kiai di Salatiga. Jiman mendatangi rumah Kiai Ridwanto dan meminta untuk dibimbing memeluk Islam. 

Kiai terkejut setelah mendengar kisah dan Jiman telah lancar melafalkan syahadat dan Al Fatihah. 

Usai resmi bersyahadat, Jiman lancar belajar sholat hanya tiga hari kemudian khatam Alquran hanya dalam waktu enam bulan.  

Jiman mendalami Islam di Pondok Pesantren Sunan Giri, Salatiga. Setelah belajar Alquran, Jiman kembali ke kampung halamannya. Dan memberitahukan  keislamannya kepada kedua orang tuanya.  

Bersyukur, keluarga menyambut pilihan Jiman. Jiman yang memang memiliki keluarga dengan agama yang beranekaragam memang tidak dipaksa untuk menganut agama tertentu.  

Mereka juga tetap menjalin silaturahim bahkan saling berkunjung meski mereka berbeda agama. 

Hanya saja tantangan justru datang dari lingkungan sekitar. Mengetahui Jiman memeluk Islam, teman-temannya yang non Muslim pun sering berargumentasi. 

Dengan diskusi ini, ternyata hal itu menjadi jalan bagi rekan-rekannya menjadi mualaf mengikuti jejaknya. Keluarga Muslim di kampung Getasan, Semarang pun kini semakin bertambah. 

Jiman pun terus mendampingi mualaf baru di kampungnya agar tak kembali ke agama lamanya atau terpengaruh dengan agama lain. Karena sebagian besar keluarga di lingkungan rumahnya berada dalam situasi ekonomi yang memprihatinkan.    

Dari tujuh keluarga, kini Muslim di kampung Getasan sudah menjadi 57 keluarga. Termasuk Jiman yang kini telah berkeluarga. 

Ada hal menarik bahwa istri dan keluarganya tidak mengetahui jika Jiman seorang mualaf. Baru setelah memiliki anak istri dan keluarganya baru mengetahui Jiman dahulu seorang mualaf. 

"Istri saya mengira saya Islam sejak lahir karena saya tidak terlihat orang yang baru memeluk Islam," ujar dia. 

Untuk memantapkan keimanan mualaf di kampungnya, Jiman biasanya setiap bulan sekali membawa mualaf untuk bermuhasabah diri di pemakaman. 

Bahwa setiap orang akan meninggal dunia dan akan ada kehidupan setelah kematian. 

Setelah muhasabah, mualaf tersebut akan dibawa ke pondok pesantren tempatnya juga mendalami Islam di Pondok Sunan Giri. Setiap malam Rabu, mereka akan mengaji di rumah Jiman dengam mengundang ustadz. 

Jiman pun bersyukur beberapa ormas datang dan membantu muslim yang baru memeluk Islam. Baik dari penguatan aaidah maupun bantuan ekonomi.  

 

Saat ini harapan Jiman terbesar adalah kedua orang tuanya bisa memeluk Islam sebelum wafat. Agar mereka bisa bersama-sama di akhirat kelak.   

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler