Aktivitas Pabrik Asia Melemah
Aktivitas pabrik di Taiwan dan Malaysia menyusut dan pertumbuhan di Jepang melambat.
REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Survei menunjukkan output atau produksi pabrik-pabrik Asia pada bulan September lalu melemah. Melambatnya permintaan dan kemajuan ekonomi China menambahkan beban tingginya biaya produksi. Hal ini membayangi pemulihan ekonomi pasca-pandemi.
Aktivitas pabrik di Taiwan dan Malaysia menyusut dan kecepatan pertumbuhan di Jepang dan Vietnam pada bulan September melambat dibanding bulan Agustus. Tingginya harga bahan baku dan prospek global yang suram membebani sentimen korporat.
Survei digelar setelah data aktivitas pabrik dan jasa Cina pada Jumat (30/9/2022) menunjukkan pendinginan lebih lanjut. Sebab peraturan ketat Covid-19 mengganggu produksi dan mengurangi penjualan.
"Kami melihat kondisi ekonomi di China, Amerika Serikat dan Eropa memburuk, jelas membebani aktivitas manufaktur Asia," kata kepala ekonomi Dai-ichi Life Research Institute, Toru Nishihama, di Tokyo, Senin (3/10/2022).
"Sementara gangguan pasokan masih berjalan, kini Asia menderita merosotnya permintaan global," katanya.
Indeks aktivitas manufaktur atau Manufacturing Purchasing Managers' Index (PMI) Jepang, au Jibun Bank, merosot pada bulan September dari 51.5 bulan Agustus menjadi 50.8. Hal ini menandakan pertumbuhan terlemah sejak Januari tahun lalu.
Survei PMI Jepang menunjukkan pesanan baru merosot dengan tingkat kecepatan tercepatnya dalam dua tahun. Sementara karena melemahnya permintaan dari Cina dan mitra dagang lainnya output juga mengalami penurunan tertajam dalam satu tahun.
"Pelemahan yen juga tidak banyak mendorong permintaan ekspor dan justru mendorong inflasi impor naik dengan drastis dan mendorong kenaikan harga di dalam negeri lebih jauh lagi," kata ekonom senior S&P Global Market Intelligence Joe Hayes.
PMI Taiwan pada bulan September 42.2 turun dari bulan Agustus yang sebanyak 42.7. Bertahan di bawah 50 yang memisahkan pertumbuhan bulanan dari konstriksi.
PMI Vietnam bulan September 52.5 turun dibandingkan bulan Agustus 52.7. PMI Malaysia turun dari 50.3 menjadi 49.1.
Lonjakan inflasi memaksa bank-bank sentral Amerika Serikat dan Eropa menaikan tingkat suku bunga. Memicu penurunan tajam pada permintaan global yang menopang ekspor Asia.
Perlambatan China juga membayangi pemulihan ekonomi Covid-19 di Asia. Hanya sedikit tanda-tanda Beijing melonggarkan peraturan Covid-19 sesegera mungkin. Banyak pengamat yang memprediksi pada tahun ini pertumbuhan ekonomi China hanya 3 persen.
Artinya tahun ini China akan mengalami pertumbuhan ekonomi paling lambat sejak 1976. Selain tahun 2020 ketika pandemi Covid-19 pertama kali muncul.
PMI yang dirilis pemerintah China Jumat lalu menunjukan PMI bulan September naik 50.1 dari bulan Agustus di angka 49.4. Tapi data terpisah menunjukkan PMI China yang dirilis Caixin/Markit bulan lalu turun menjadi 48.1 dibanding bulan Agustus 49.5.