Tragedi Kanjuruhan, Save the Children Desak Pemerintah Beri Layanan Psikososial ke Korban
Save the Children juga memberikan layanan dukungan psikososial secara langsung.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Save the Children Indonesia mendesak Pemerintah Indonesia dan penyelenggara pertandingan segera melakukan tindakan untuk memberikan keselamatan dan keamanan anak yang menjadi korban, termasuk kehilangan orang tua, dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022). Tindakan itu di antaranya memberikan layanan psikososial.
"Berbagai pihak perlu segera melakukan tindakan yang berkaitan dengan keselamatan dan keamanan anak-anak yang menjadi korban,” kata Chief Advocacy, Campaign, Communication and Media Save the Children Indonesia Troy Pantouw melalui siaran pers yang diterima Republika, Rabu (5/9/2022).
Ia menyatakan, anak yang menonton pertandingan itu dapat menjadi korban meninggal atau kehilangan anggota keluarganya. Risiko lainnya, yakni terpapar pada segala bentuk kekerasan baik sebelum, selama dan sesudah masa pertandingan.
Save the Children menyebutkan, data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyebutkan, 33 anak meninggal dunia usai laga sepak bola antara Arema FC dan Persebaya Surabaya. "Hidup dan selamat dari segala bentuk ancaman bahaya termasuk kerusuhan adalah hak anak," kata dia.
Ia mengatakan, peristiwa ini meninggalkan luka yang mendalam bagi korban dan keluarga, terutama anak-anak yang kehilangan orang tuanya. "Meninggalkan luka yang membekas dalam jiwanya juga bagi anak-anak yang mengalami luka fisik baik kategori ringan maupun berat," kata dia.
Saat ini, ia mengatakan, Save the Children Indonesia berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Malang untuk segera melakukan identifikasi data dan kondisi anak, terutama bagi korban yang kehilangan anggota keluarga atau anak menjadi yatim piatu karena peristiwa ini. Save the Children juga memberikan layanan dukungan psikososial secara langsung kepada keluarga dan anak-anak yang menjadi korban.
Save the Children juga mendorong agar pembentukan sistem satu pintu dalam mengelola pendataan korban, terutama anak-anak. Hal ini untuk memastikan informasi yang disampaikan komprehensif dan lengkap, serta tidak menambah kerentanan anak dan keluarga karena harus menceritakan pengalaman traumatis yang dialami para korban.