Kasus Korupsi Helikoper AW-101, Eks KSAU Terima Dako Rp 17,7 Miliar
Sidang korupsi pengadaan helikopter AW-101 untuk TNI AU rugikan negara Rp 738 miliar.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) mendakwa Direktur PT Diratama Jaya Mandiri John Irfan Kenway melakukan korupsi yang merugikan negara hingga Rp 738 miliar. Irfan terjerat kasus pengadaan helikopter angkut AW-101 untuk TNI AU.
"Melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum. Yaitu telah melakukan pengaturan spesifikasi teknis pengadaan helikopter angkut AW-101, melakukan pengaturan proses pengadaan helikopter angkut AW-101, menyerahkan barang hasil pengadaan berupa helikopter angkut AW-101 yang tidak memenuhi spesifikasi," kata JPU KPK, Arief Suhermanto ketika membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat pada Rabu (12/10/2022).
Irfan didakwa melakukan kejahatannya bersama sejumlah pihak, termasuk dari pucuk pimpinan TNI AU. Irfan didakwa salah satunya memperkaya eks Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) periode 2015-2017 Marsekal (Purn) Agus Supriatna. Uang itu disebut sebagai dana komando (dako).
"Serta memberikan uang sebesar Rp 17,7 miliar sebagai dana komando untuk KSAU Agus Supriatna yang diambilkan dari pembayaran kontrak termin kesatu," ujar Arief.
Irfan didakwa melakukan aksi kejahatannya bersama pihak lainnya, yaitu Head of Region Southeast Asia Leonardo Helicopter Division Agusta Westland Products Lorenzo Pariani, Direktur Lejardo Bennyanto Sutjiadji, Marsekal (Purn) Agus Supriatna, Kepala Dinas Pengadaan AU (2015-Juni 2016), Marsma Heribertus Hendi Haryoko dan Kepala Dinas Pengadaan AU (Juni 2016- Februari 2017) Marsma Fachri Adami.
Mereka yang ikut kejahatan bersama juga mencakup Asisten Perencanaan dan Anggaran (Asrena) KSAU (2015-Februari 2017) Marsda Supriyanto Basuki serta Kepala Pemegang Kas Mabes AU (2015-Februari 2017), Letkol Adm Wisnu Wicaksono.
Dua perusahaan yang disebut turut menikmati hasil korupsi Irfan. Terdakwa Irfan dijerat memperkaya dua korporasi luar negeri, yaitu Agusta Westald senilai Rp 381 miliar dan Lejardo senilai Rp 146 miliar. Sedangkan Irfan tak luput dari mengeruk keuntungan pribadi dari kasus pembelian helikopter VVIP tersebut. "Memperkaya diri sendiri sebesar Rp 183 miliar," sebut Arief.
Akibat kejahatan tersebut, sambung dia, negara disebut mengalami kerugian yang luar biasa. Penghitungan kerugian negara sudah dilakukan oleh ahli dari unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi pada KPK. "Merugikan keuangan negara sebesar Rp 738 miliar," ucap Arief.
Akibat perbuatan tersebut, Irfan didakwa Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.