Kembangkan Pesantren, RMI NU Soroti Lima Hal dalam Rakernas
Ada lima bidang yang dibahas dalam Rakernas RMI NU.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Ketua Rabithah Ma'ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI NU) KH Hodri Arief menyampaikan, agenda besar rapat kerja nasional (rakernas) yang telah digelar di Serpong pada 10-12 Oktober 2022, adalah merawat pesantren untuk membangun pesantren. Hal ini sebagai ikhtiar mendukung, mendorong, dan memfasilitasi pesantren agar berkembang lebih baik dan bermartabat serta bisa berpartisipasi dalam agenda besar PBNU yakni membangun peradaban.
"Ada lima bidang yang kita bahas dalam Rakernas. Pertama adalah khazanah pesantren. Ini tidak hanya berkaitan dengan aspek merawat dan mengembangkan intelektualitas pesantren (turats), tetapi juga semua hal yang secara langsung terkait dengan intelektualitas pesantren," kata dia kepada Republika.co.id, Kamis (13/10).
Misalnya, lanjut Kiai Hodri, merawat sanad atau mata rantai keilmuan. Terlebih, kata dia, Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf telah menekankan agar sanad menjadi bagian penting yang perlu terus dirawat dan dipertahankan. Sebab, dengan ketersambungan sanad, berarti ada ketersambungan rohani dengan para masyayikh yang terus bersambung sehingga menjadi mata rantai rohani dan ilmu hingga Rasulullah SAW.
Hal selanjutnya yang disoroti yaitu database dan ekosistem digital pesantren. Ini merupakan bagian yang sangat penting untuk bisa mewujudkan khazanah Pesantren. Bidang ini menjadi ikhtiar untuk melengkapi manajemen data, sistem pembelajaran, dan pola belajar di pesantren supaya meningkat dari model konvensional menuju pola digital.
Meski demikian, terang Kiai Hodri, digitalisasi pesantren tidak perlu menghilangan relasi personal. Karena ini sangat penting dan tidak bisa digantikan dengan apa pun. Santri tetap harus menjaga dan merawat relasi personal dengan kiai untuk terus memelihara relasi rohani. Belajar tidak semata-mata transfer ilmu, tetapi juga membangun sanad rohani dengan guru-guru
Pembahasan ketiga dalam rakernas ialah kemandirian pesantren. Kiai Hodri mengatakan, saat ini kontestasi tidak hanya terjadi dalam bidang bisnis dan politik, tetapi juga bidang pendidikan. Signifikansi kontestasi pendidikan adalah merawat nilai-nilai dan norma-norma Ahlussunnah wal Jamaah al-Nahdliyah. Ini akan terlaksana dengan sangat baik apabila pesantren bisa mandiri, terutama dalam hal finansial.
Karena itu, salah satu topik penting dalam rakernas adalah membahas secara sungguh-sungguh bagaimana mewujudkan pesantren yang mandiri. Secara strategis, hal ini menuntut kemandirian ekonomi atau finansial, tidak tergantung kepada siapa pun.
"Dari kemandirian aspek ekonomi ini kita berharap pesantren tidak tergoda terlibat dalam pusaran politik praktis, tetapi lebih pada peran high politic untuk berpartisipasi dalam membangun peradaban," kata Kiai Hodri.
Pembahasan keempat, yakni soal penguatan kelembagaan. Topik ini meliputi legislasi pesantren dalam hubungannya dengan negara, yang diharapkan menjadi salah satu proses menuju pengakuan lulusan pesantren. Sejatinya, aktivitas kegiatan belajar mengajar di pesantren sebenarnya baik sehingga pada satu sisi RMI NU akan berusaha mendorong pesantren untuk terus meningkatkan kualitasnya.
"Di sisi lain, RMI NU juga terus berusaha mendorong pengakuan terhadap lulusan pesantren setara dengan lulusan sekolah/madrasah maupun kampus pada umumnya. Ini akan menjadi kerja besar yang membutuhkan keterlibatan banyak pihak," tambahnya.
Hal kelima yang tak luput dalam rakernas, ialah sarana dan prasarana di pesantren. Kiai Hodri menyampaikan, bagi para santri, atau orang-orang yang akrab dengan pesantren, mereka akan tahu persis bahwa penyediaan sarana dan prasarana di pesantren bukan by design, melainkan needs based decision. Artinya, pembangunan pesantren lebih karena kebutuhan daripada gagasan terencana dalam mewujudkan sarana dan prasarana yang memadai sesuai blue print.
"Akibatnya, pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pesantren berada dalam relasi kejar-kejaran dengan kebutuhan, sehingga dalam banyak kasus kita menyaksikan pembangunan di pesantren tampak tidak tertata dengan baik," terangnya.
Menurut Kiai Hodri, salah satu hal penting yang nyaris tidak sempat diwujudkan adalah gedung perpustakaan. Ada beberapa pesantren yang membangun gedung perpustakaan, tetapi sangat banyak yang belum. Ini karena pembangunan pondok dan kelas selalu meningkat sehingga pesantren tidak sempat membangun gedung perpustakaan. Hal yang sama terjadi pada penyediaan MCK.
Karena itu, Kiai Hodri menekankan, harus ada pihak ketiga yang memikirkan penyediaan sarana dan prasarana yang memadai, karena mereka yang belajar di pesantren adalah warga negara kita. Semua adalah WNI yang sah dan harus mendapat perhatian yang sama dari negara dalam bidang pendidikan.
Terlepas dari lima tema penting yang dibicarakan itu, Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf mengamanahkan tugas khusus kepada RMI NU. Pertama, merumuskan kategorisasi dan klasifikasi pesantren berdasarkan kapabilitas dan kualitas pendidikannya. Kedua, merumuskan standar norma pendidikan pesantren. Ketiga ialah merumuskan konsep kurikulum pendidikan pesantren. Keempat, melakukan proses visitasi pesantren dalam rangka mendorong dan meningkatkan kualitas pendidikan pesantren.
RMI NU akan melakukan diskusi mendalam dan intensif terkait arahan tersebut bersama banyak pihak. Tujuannya untuk merumuskan rekomendasi-rekomendasi strategis dalam ikhtiar mewujudkan pesantren yang maju, bermartabat, dan bisa berpartisipasi delam membangun peradaban.