Menjelajahi Islam dan Makanan Halal di Masjid Niujie Beijing
Jumlah komunitas Muslim di Beijing sekitar dua persen dari total populasi China.
REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Ketersediaan makanan halal di negara non-Muslim selalu menjadi salah satu tantangan bagi wisatawan Muslim internasional. Namun di China, tidak begitu sulit untuk menemukan restoran Muslim di kota-kota wisata utama seperti Beijing, Shanghai, Xian, Chengdu, Guilin dan Guangzhou.
Beijing merupakan salah satu kota ramai, dengan jumlah komunitas Muslim hanya sekitar satu hingga dua persen dari total populasi China yang berjumlah 1,4 miliar. Melihat perbandingan ini, keraguan atas ketersediaan makanan bagi Muslim tidak bisa terelakan.
Meski demikian, segala rasa khawatir dan keraguan ini pudar usai mengunjungi Masjid Niujie. Rumah ibadah ini merupakan masjid tertua dan terbesar di Beijing, serta salah satu masjid terkenal di dunia yang terletak di sub-distrik Guang'anmen, distrik Xicheng.
Niujie terletak di distrik Muslim terbesar di kota, rumah bagi lebih dari 300.000 Muslim dari kelompok etnis Hui. Masjid terbesar ini pertama kali dibangun pada 996, yang pada 2019 belum sepenuhnya dibuka untuk umum.
Dilansir di //Bernama//, Rabu (19/10), dari luar arsitekturnya menunjukkan pengaruh tradisional Cina. Di bagian dalamnya, memiliki perpaduan antara kaligrafi Islam dan desain Cina.
Ruang shalat utama seluas 600 meter persegi dapat menampung lebih dari 1.000 jamaah. Ubin dan perlengkapan putih seolah menggambarkan Muslim, tetapi atap dan desain Cina yang rumit dan kaya warna menambah tampilan Cina. Banyak pagar, dinding dan pintu dicat merah cerah.
Di luar masjid terdapat menara, ruang untuk kelas agama, serta struktur menara dua lantai yang disebut Menara untuk Menonton Bulan yang terlihat seperti pagoda dua lantai. Ada juga toko suvenir dan kantor untuk imam masjid.
Menurut sejarah, masjid ini pertama kali dibangun pada masa Dinasti Liao (916-1125) dan terbuat dari kayu. Bangunan itu sempat dinamai 'Liasi' oleh kaisar pada 1474. Masjid tersebut mencakup area seluas 10.000 meter persegi, yang menampilkan masjid klasik Arab klasik dan cita rasa istana kerajaan Cina.
Rumah ibadah bagi Muslim ini telah melampaui enam era, mulai dari Dinasti Liao, Dinasti Song, Dinasti Yuan, Dinasti Ming, Dinasti Qing hingga Tiongkok modern. Dalam kurun waktu tersebut, beberapa kali renovasi telah dilakukan, seperti pada tahun 1955 dan 1979 dan rekonstruksi besar-besaran pada 1996 bersamaan dengan hari jadinya yang ke 1000, dengan yang terakhir dilakukan beberapa tahun yang lalu.
Berdasarkan informasi yang ditampilkan di masjid, Masjid Niujie dicadangkan sebagai Titik Kunci Warisan & Peninggalan Budaya di bawah Perlindungan tingkat Negara Bagian oleh Dewan Negara sejak 13 Januari 1988.
Di sepanjang Jalan Niujie, berdasarkan beberapa tips berharga yang dibagikan oleh penduduk setempat, jika sebuah bangunan dan bangunan berwarna hijau maka menunjukkan tempat tersebut menyajikan makanan halal. Selain dicat dengan warna hijau, terdapat pula papan nama yang menampilkan kata 'halal' dalam bahasa Mandarin.
Hampir semua toko dan warung menjual jajanan halal, seperti pau kambing dan sapi, sup kacang, lontong Baiji dan berbagai jenis roti isi daging halal. Sebuah gerai makanan takeaway berupaya menarik pelanggan untuk memesan pau domba dan sapi yang populer, masih panas dari oven.
Niujie secara harfiah berarti Jalan Sapi. Daerah ini sebenarnya merupakan pasar utama bagi pasokan daging sapi dan domba Muslim, karena hewan-hewan tersebut disembelih sesuai dengan syariat Islam. Bahkan daging yang dijual di Niujie dikatakan sebagai salah satu yang terbaik di Beijing
Beberapa restoran yang dikelola oleh kelompok etnis Uyghur dari Xinjiang di sini menyajikan berbagai jenis makanan otentik tradisional mereka, antara lain kebab domba yang populer. “Selama Ramadhan, daerah Niujie akan dipadati oleh umat Islam yang membeli daging halal dan berbuka puasa di Masjid Niujie,” kata seorang warga setempat.
Sumber:
https://www.bernama.com/en/features/news.php?id=2130331