Ada Penarikan, Wings Groups Pastikan Mie Sedaap tak Gunakan Etilen Oksida
Wings Group Indonesia saat ini investigasi lini produksi maupun pemasaran Mie Sedaap
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menanggapi sejumlah produk mi instan dari Wings Group Indonesia yang ditarik dari pasar Hong Kong, Taiwan dan Singapura, Direktur Ricky Tjahjono menyampaikan, perusahaan telah memastikan, pada proses produksi Mi Sedaap tidak menggunakan Etilen Oksida. Produksi Mi Sedaap juga sesuai dengan ketentuan keamanan pangan yang berlaku, di antaranya izin edar dari BPOM dan sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000 sehingga aman dikonsumsi.
“Produk Mi Sedaap telah diekspor ke lebih dari 30 negara. Wings Group Indonesia saat ini sudah melakukan investigasi terhadap seluruh lini produksi maupun pemasaran Mi Sedaap,” tutur Ricky.
Ia menambahkan, perusahaan juga telah menarik kembali seluruh varian produk Mie Sedaap yang masuk ke Hong Kong, Taiwan dan Singapura. Selanjutnya, Wings Group Indonesia telah mengirim sampel mi instan ke PT Saraswanti Indo Genetech yang kemudian mensubkontrakkan ke laboratorium di Vietnam untuk pengujian Etilen Oksida pada awal Oktober 2022.
“Selain itu, perusahaan telah mengganti penggunaan cabe bubuk yang pada proses fumigasinya tidak menggunakan Etilen Oksida. Melainkan menggunakan Teknologi Steam Sterilization dari China dan India, sejak awal September 2022,” jelasnya.
Sementara, Prof Purwiyatno Hariyadi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) mengemukakan, regulasi tentang Etilen Oksida di berbagai negara di dunia penerapannya beragam, terdapat negara yang melarang penggunaannya. Hanya saja ada juga yang masih memperbolehkan penggunaannya.
“Indonesia termasuk negara yang melarang penggunaan Etilen Oksida untuk pestisida/zat aktif pestisida dan bahan pangan (fumigasi). Meski begitu masih menggunakannya untuk sterilisasi alat-alat kesehatan,” tutur dia.
Dengan adanya regulasi yang beragam tersebut, maka batas maksimum residu (BMR) pada pangan juga berbeda-beda di masing-masing negara. Salah satu wilayah yang menerapkan regulasi BMR paling ketat yaitu Uni Eropa.
“Terdapat pula berapa negara belum menetapkan BMR, sehingga BMR yang ditetapkan masing-masing negara berbeda, yaitu ada yang menetapkan 0.01 ppm atau bahkan ada yang mempersyaratkan tidak terdeksi. Saat ini organisasi internasional di bawah WHO/FAO, yaitu Codex Alimentarius Commission belum mengatur batas maksimal residu Etilen Oksida,” jelas Purwiyatno.
Sementara, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan, setiap produk makanan dan minuman yang dihasilkan oleh industri di dalam negeri sudah mengikuti standar pangan yang berlaku di Indonesia. Lalu produk yang telah menembus pasar ekspor pun sudah mengikuti atau sesuai standar negara tujuan ekspor tersebut.
“Tentunya perusahaan dalam melakukan ekspor makanan ke luar negeri harus mengetahui regulasi yang diterapkan oleh negara tujuan ekspor tersebut. Sekaligus harus memenuhi standar mutu dan keamanan pangan yang dipersyaratkan,” kata Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika di Jakarta, Jumat (21/10).