Kepala BKKBN: Satu dari 10 Orang Indonesia Idap Mental Emotional Disorder

Gangguan emosi mental masalah serius dan bisa mengancam program kependudukan

Pixabay
Ilustrasi kesehatan mental. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, mengatakan gangguan emosi mental merupakan masalah serius dan bisa mengancam program kependudukan.
Rep: Ronggo Astungkoro Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, mengatakan gangguan emosi mental merupakan masalah serius dan bisa mengancam program kependudukan. Untuk itu, dia mengatakan, penting bagi calon ibu dan calon ayah untuk memperhatikan kesehatan mental atau kejiwaan.

"Mental emotional disorder atau gangguan emosi mental merupakan masalah serius dan bisa mengancam program kependudukan. Sebab itu memperhatikan kesehatan mental atau kejiwaan calon orang tua, baik calon ibu maupun calon ayah, adalah penting bagi tumbuh kembang anak dan pembangunan keluarga," kata Hasto dalam siaran pers, Senin (24/10/2022).

Hal tersebut Hasto sampaikan saat membuka seminar Puncak World Mental Health Day di Auditorium G-100 Fakultas Psikologi, Universitas Gajah Mada, Jumat (21/10/2022) lalu. Pada kesempatan itu dia mengungkapkan, data menunjukkan angka gangguan emosi mental tahun ini mencapai 9,8 persen atau meningkat signifikan dibading tahun 2021 sebesar 6,1 persen.

"Artinya saat ini di antara sepuluh calon ayah ada satu orang yang mengalami gangguan mental emosional, demikian juga bagi calon ibu," kata Hasto.

Hasto pun meminta agar masalah itu dijadikan perhatian yang serius. Sebab, penderita gangguan emosi mental yang tidak ditangani dengan tepat dapat menjadi orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Calon ayah dan calon ibu yang mengalami gangguan jiwa dia sebut berpotensi tidak akan berhasil membina keluarga yang ideal.

"Calon ayah dan calon ibu yang mengalami gangguan jiwa tentu tidak akan berhasil membina keluarga yang ideal. Hal ini tentunya dapat mengancam keberhasilan program kependudukan dan keluarga berencana," ujar dia.

Hasto menjelaskan, keluarga adalah embrio dalam sebuah peradaban. Keluarga harus dipersiapkan agar memiliki tata nilai yang baik dan kemampuan dalam mengambil keputusan yang baik. Dari orangtua yang sehat, sambung Hasto, akan lahir anak yang sehat dan terbentuk keluarga yang sehat.
 
Lebih lanjut, dia menekankan pentingnya persiapan prekonsepsi bagi calon pengantin. Pemeriksaan Hb, pengukuran tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas (LILA), dan asessment status gizi merupakan langkah krusial untuk mengetahui status kesehatan calon pengantin, termasuk kesiapannya untuk kehamilan yang sehat.

"Harapannya, jika ditemukan indikator kesehatan yang kurang baik dapat dikoreksi dan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mencegah kehamilan yang berisiko," kata dia.
 
Seminar World Mental Health Day (WMHD) adalah kegiatan puncak rangkaian acara Public Mental Health Weeks 2022 yang digelar oleh Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi UGM. Secara global, tema WMHD tahun ini adalah “Make Mental Health & Well-being for All a Global Priority”. Secara khusus, CPMH mengangkat tema Keluarga dan Kesehatan Mental.

Hal itu didasari oleh keprihatinan banyak pemerhati dan pakar psikologi mengenai kesehatan mental yang sampai saat ini masih menjadi isu yang kerap tersingkirkan dan tabu diperbincangkan.
 
Kesehatan jiwa merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari kesehatan manusia secara keseluruhan. Pandemi global Covid-19 yang telah melanda dunia selama dua setengah tahun ini sangat memengaruhi kesehatan mental penduduk dunia. Public Mental Health Weeks (PMHW) 2022 berusaha mengangkat isu terkini terkait kesehatan mental masyarakat di seluruh negara, khususnya di Indonesia.
 
Sementara itu, Kepala Center for Public Mental Health Psikologi UGM, Diana Setiyawati, menjelaskan, banyak survei yang menyatakan tingginya pregnancy stress pada ibu hamil di Indonesia. Salah satu faktornya adalah kurangnya dukungan dari lingkungan, khususnya suami dan keluarga inti selama proses kehamilan.

Diana menjelaskan, kondisi ini yang kemudian berpengaruh juga kepada kondisi janin dalam kandungan dan lebih jauh akan mempengaruhi kondisi kesehatannya pada saat dewasa nanti.
 
“Ini tugas kita semua, negara dan masyarakat, untuk hadir dan melindungi generasi penerus bangsa. Untuk mendukung nilai-nilai keluarga demi anak-anak kita tumbuh bahagia,” ujarnya.
 
Diana menjelaskan, keluarga adalah sumber kekuatan dan pondasi kokoh bagi individu dalam menghadapi berbagai permasalahan kesehatan mental di kemudian hari. “Melalui seminar ini, diharapkan para peserta dapat memperdalam ilmu mengenai peran keluarga dalam kesehatan mental individu secara khusus dan dalam sistem kesehatan mental secara menyeluruh pada umumnya,” ujarnya.

Baca Juga


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler