Pengamat: Ganjar Tunjukkan Loyalitas ke Partai
Ganjar mendapat sanksi teguran dari DPP PDIP.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kehadiran Ganjar Pranowo saat dipanggil DPP PDIP menunjukkan loyalitas dan disiplinnya sebagai kader senior partai. Ganjar juga masih memperlihatkan kesetiaannya Ketua Umum PDIP Megawati.
"Ganjar bukan takut, tapi menunjukkan loyalitas dan disiplin partai. Dan soal wacana capres ini, yang terima peringatan dan sanksi lisan bukan hanya Ganjar saja, sebelumnya inisiator 'Dewan Kolonel' juga dapat peringatan dan sanksi yang sama," kata Direktur Eksekutif Para Syndicate, Ari Nurcahyo, Selasa (25/10/2022).
Menurut Ari pemanggilan dan peringatan kepada Dewan Kolonel itu juga bagian dari upaya PDIP menegakkan kedisiplinan kepada seluruh kader partai banteng ini. Semua kader, utamanya yang digadang memiliki peluang elektabilitas tinggi harus tetap menjaga soliditas dan fokus kerja serta menjalankan fungsi partai.
"Pesan yang disampaikan, deklarasi capres ada momen dan waktunya, dan sekarang bukan saat yang tepat," ujar Ari.
Ia mengungkapkan, masih ada waktu setahun lebih untuk pendaftaran capres-cawapres. Karena itu, deklarasi capres yang terlalu dini, menurut dia, juga disebut akan mengganggu fokus kerja pemerintah, baik kepala daerah maupun pejabat menteri di kabinet. Apalagi saat ini, dunia tengah dihadapkan dengan tantangan krisis
"Krisis yang sedang kita hadapi, ini juga berpotensi memecah masyarakat di akar rumput, karena perbedaan pilihan politik di masyarakat," terangnya.
Di sisi lain, Ari juga mengkritisi posisi oligarki partai politik yang terlalu mengatur permainan demokrasi dan politik di tanah air. Sebagaimana ia menduga kelompok oligarki yang ikut 'memainkan' elektabilitas capres atau cawapres untuk kepentingan politiknya.
"Saya menduga, salah satu 'mainan' kelompok oligarki ini adalah men-drive survei dan opini untuk mendorong elektabilitas capres-cawapres, tanpa menyiapkan road map kepemimpinan nasionalnya, untuk menjawab tantangan masalah bangsa dan negara ke depan," terangnya.
Akibat dari oligarki ini, menurut dia, rakyat dan elite saat ini lebih cepat terbelah karena pilihan-pilihan politik capres yang belum saatnya. Apalagi semua hanya mengukur dengan elektabilitas, tanpa menimbang dan menyiapkan kriteria dan sosok kepemimpinan seperti apa kepemimpinan yang dibutuhkan Indonesia pasca-Jokowi.