PLN: Mobil Listrik Lebih Hemat Lima Kali Lipat Dibanding Mobil Konvensional
Penggunaan mobil listrik bisa menekan emisi hingga 57,5 persen.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski harga jual mobil listrik atau electric vehicle (EV) masih lebih mahal dibanding mobil konvensional atau mobil Internal Combustion Engine (ICE), tapi inovasi EV menawarkan sejumlah keunggulan dari segi biaya energi, emisi serta dari segi biaya perawatan.
Hal ini pun diamini oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero. Direktur Mega Proyek dan EBT PLN Wiluyo Kusdwiharto mengatakan, EV bisa berperan dalam menekan karbon karena hadir dalam emisi karbon yang jauh lebih sedikit dibandingkan kendaraan konvensional.
"Kendaraan bermesin bensin dan diesel menghasilkan emisi karbon dioksida sekitar 2,4 kilogram hingga 2,6 kilogram dalam jarak tempuh 10 kilometer. Sedangkan EV, dalam jarak tempuh yang sama, emisinya hanya 1,02 kilogram," kata Wiluyo Kusdwiharto dalam seminar Net Zero Emission yang digelar oleh Toyota beberapa waktu lalu.
Artinya, lanjut dia, penggunaan EV bisa menekan emisi hingga 57,5 persen. Oleh karena itu, PLN berkomitmen untuk terus mendorong penerapan EV sembari terus menghadirkan pembangkit listrik yang ramah lingkungan demi bisa mencapai tujuan carbon neutral.
Di saat yang sama, ia juga mengungkap bahwa EV memiliki keunggulan dari aspek biaya energi bulanan serta biaya pemeliharaan. Untuk mobil yang berada dalam segmen yang setara, ia menyebut bahwa konsumsi energi untuk EV berbasis baterai adalah sekitar 7,9 kilometer/kWh.
Sedangkan mobil konvensional yang satu level dengan EV tersebut memiliki konsumsi energi 10,47 kilometer/liter. "Sehingga, biaya energi per kilometer untuk EV adalah sekitar Rp 237 per kilometer dan mobil konvensional sekitar Rp 1.418 per kilometer," ujarnya.
Dengan kata lain, dari aspek biaya energi, EV menawarkan efisiensi hingga sekitar lima kali lipat lebih irit. Dari situ, terlihat bahwa biaya energi EV jauh lebih rendah dibandingkan dengan mobil konvensional. Apalagi, jika perhitungan itu dikalkulasikan dalam biaya energi rata-rata per bulan sesuai dengan jarak tempuh yang dilalui oleh kendaraan tersebut.
Dari segi pemeliharaan, lanjut dia, mobil listrik rata-rata memerlukan biaya perawatan sekitar Rp 2,4 juta per tahun untuk penggantian aki dan sejumlah komponen lainya. "Sedangkan mobil konvensional perlu melakukan penggantian oli mesin, filter oli, air radiator dan lain-lain sehingga memerlukan anggaran sekitar Rp 3,5 juta per tahun," ucap dia.
Tentu, hal ini membuat EV jadi makin memiliki nilai tambah karena tak hanya ramah lingkungan tapi juga minim biaya operasional. Meski mungkin, beragam keunggulan itu jadi kurang efektif jika komponen harga jual EV juga jadi instrumen perhitungan.
Lagipula, dalam sejumlah bidang, teknologi yang masih baru tentu akan hadir dalam harga yang lebih tinggi dari harga produk dengan teknologi kontemporer. Karena, harga produk yang menerapkan teknologi terbaru masih mencakup biaya riset dan pengembangan yang sangat besar serta pertimbangan harga berdasar skala ekonomi dari produk tersebut.
Sejumlah stakeholder meyakini, nantinya harga EV bisa terus ditekan seiring dengan peningkatan volume penjualan yang akan mempengaruhi skala ekonomi dari produk kendaraan listrik.