Kapan Puasa Pertama Kali Disyariatkan dalam Islam? 

Berpuasa dalam Islam memiliki keutamaannya tersendiri.

Pxhere
Ilustrasi hidangan buka puasa. Kapan Puasa Pertama Kali Disyariatkan dalam Islam? 
Rep: Imas Damayanti Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Puasa merupakan salah satu ibadah penting dalam Islam untuk menjaga batin dan moral seseorang dari sifat-sifat buruk. Islam bukanlah agama satu-satunya yang menjalankan konsep puasa, lantas bagaimana dan kapan pertama kalinya puasa disyariatkan dalam Islam? 

Baca Juga


Dalam buku Hikmah Puasa Perspektif Hadis dan Medis karya Agus Rahmadi Dkk, tradisi puasa sudah ada sejak masa-masa jahiliyah. Dalam sebuah hadis disebutkan, "Anibni Abbasin, qaala; qodimannabiyyu SAW almadinata, fawajadal-yahuda shuyyiman, faqaala: "Maa hadza?" qoluu: hadza yaumun anjaallahu fihi Musa, wa agroqo fihi Firauna, fashoma Musa syukron, faqoola Rasulullah SAW, "nahnu ahaqqu bimusa minkum". Fashomahu wa amaro bishiyaamihi,". 

Yang artinya, "Diriwayatkan dari Ibnu Abbas yang menyampaikan bahwa ketika hijrah ke Madinah, Rasulullah SAW menjumpai komunitas Yahudi. Ternyata, waktu itu mereka sedang puasa Asyura (puasa tanggal 10 Muharram), karena Nabi Musa diselamatkan oleh Allah dari kejaran Firaun di hari tersebut, dan justru menenggelamkan Firaun di sungai Nil. 

'Kalau begitu, kami juga lebih berhak puasa di hari tersebut,'. kata Nabi pada umat Yahudi. Akhirnya Nabi puasa Asyura dan menyuruh para sahabatnya untuk berpuasa juga,". (HR Ibnu Majah). 

Nabi sengaja hanya mewajibkan puasa satu hari saja di bulan Muharram karena sebagian sahabat yang baru masuk Islam mungkin akan merasa keberatan dibebani langsung berpuasa sebulan penuh. Di sisi lain, puasa Asyura ini juga bertujuan memotivasi para sahabatnya untuk mendidik agar di kemudian hari terbiasa berpuasa. 

Menurut Syekh Thahir bin Asyur yang merupakan ulama asal Tunisia, puasa Asyura diwajibkan sebelum perintah puasa Ramadhan. Barulah, kewajiban puasa Ramadhan itu terjadi pada tahun kedua Hijriyah. Oleh karena puasa Ramadhan telah diwajibkan bagi umat Islam, maka puasa Asyura tidak diwajibkan lagi melainkan hanya sunnah. 

Dalam sebuah hadis disebutkan, "An Aisyah RA qoolat: 'Kaana Rasulullah SAW ya'muru bishiyaamihi qobla an yufrodho Ramadhaanu, falamma furidho Ramadhaanu kaana man syaa-a shaama yauma Aasyura-a wa man syaa-a afthara,". 

Yang artinya, "Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu anha yang pernah mengetahui Rasulullah SAW mewajibkan puasa Asyura sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan. Ketika puasa Ramadhan sudah diwajibkan, maka Rasulullah membolehkan para sahabatnya untuk memilih mau berpuasa Asyura atau tidak,". (HR Muslim). 

Nabi sendiri berkesempatan melaksanakan puasa Ramadhan sebanyak sembilan kali sejak tahun kedua Hijriyah hingga tahun ke-11 Hijriyah, yakni tahun di mana Rasulullah SAW wafat. 

Lebih utama dari mati syahid

Berpuasa dalam Islam memiliki keutamaannya tersendiri. Bahkan keutamaan puasa dalam Islam dijelaskan secara eksplisit oleh Nabi Muhammad SAW dalam beberapa hadisnya. Di antaranya adalah Rasulullah SAW menyatakan puasa itu lebih utama dari pada meminta untuk mati syahid. 

Hal ini sebagaimana yang terekam dalam sebuah hadis, "Diceritakan dari Abu Umamah yang melihat Rasulullah SAW sedang menyiapkan pasukan yang hendak berperang melawan musuh. Lalu ia mendekati beliau dan meminta doa kepadanya supaya diberikan mati syahid. 

Namun Rasulullah malah mendoakan para sahabatnya untuk selamat dan mendapat ghanimah, 'Ya Allah, selamatkanlah mereka dan berikanlah mereka rezeki ghanimah,'. Permintaan tersebut dilakukan Abu Umamah sebanyak tiga kali, namun Abu Umamah dan para sahabat belum juga diberikan mati syahid. 

Akhirnya, Abu Umamah meminta suatu amal ibadah yang membuatnya masuk surga. Kemudian Rasulullah berkata, 'Berpuasalah, karena puasa itu tidak ada bandingannya,'. Setelah saran itu, setiap siang hari rumah Abu Umamah tidak pernah terlihat asap yang mengepul untuk masak kecuali apabila ada tamu yang menghampirinya,". 

Sanad hadis ini shahih dan diriwayatkan oleh beberapa ahli hadis. Di antaranya Imam Ibnu Abi Syaibah, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam An-Nasa'i, dan lainnya. Untuk itu nampak bahwa hadis tersebut memberikan pemahaman kepada umat Muslim bahwa ibadah puasa pahalanya lebih besar daripada orang yang mati syahid dalam peperangan. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler