KPK Tahan Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Pembangunan Gereja
KPK menahan satu tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan gereja di Mimika, Papua.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Direktur PT Waringin Megah Teguh Anggara (TA). Dia merupakan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 di Mimika, Papua.
Sebagai informasi, Teguh menjadi tersangka bersama Bupati Mimika nonaktif Eltinus Omaleng dan Kepala Bagian Kesra Setda Kabupaten Mimika yang jadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Marthen Sawy. KPK pun telah menahan seluruh tersangka.
"Dalam rangka kepentingan proses penyidikan, tim penyidik menahan tersangka TA untuk 20 hari pertama," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (2/11/2022).
Alex mengatakan, Teguh akan ditahan mulai tanggal 2-21 November 2022. Dia bakal menjalani masa tahanannya di Rumah Tahanan (Rutan) KPK cabang Gedung Merah Putih.
Dia menjelaskan, kasus ini berawal ketika Omaleng belum menjabat sebagai Bupati Mimika. Pada tahun 2013, Omaleng bekerja sebagai Kontraktor sekaligus Komisaris PT Nemang Kawu Jaya. Saat itu, ia hendak membangun Gereja Kingmi di Mile 32 Mimika dengan total nilai mencapai Rp 126 miliar.
Keinginan itu pun terealisasikan setahun kemudian, saat Omaleng terpilih menjadi bupati, tepatnya pada 2014. Dia langsung membuat kebijakan untuk menganggarkan dana pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 ke Yayasan Waartsing.
Selanjutnya, Omaleng memerintahkan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Mimika untuk memasukkan anggaran hibah dan pembangunan gereja Kingmi Mile 32 sebesar Rp 65 miliar ke anggaran daerah Pemkab Mimika tahun 2014.
Dia juga menyiapkan alat produksi beton untuk pembangunan pembangunan gereja tersebut dari perusahaan miliknya. Tak sampai disitu, Omaleng kemudian meminta bantuan TA untuk mempercepat proses pembangunan gereja itu pada tahun 2015.
Dia juga menawarkan proyek ini kepada TA dengan menjanjikan pembagian fee sebesar 10 persen dari nilai proyek tersebut untuk dibagi berdua. Omaleng memperoleh tujuh persen, sedangkan TA mendapatkan tiga persen.
Agar proses lelang dapat dikondisikan, Omaleng mengangkat MS sebagai pejabat pembuat komitmen dalam proyek ini. Sehingga kesepakatannya dengan TA dapat berjalan mulus. Namun, pengangkatan MS justu dinilai janggal karena ia tidak memiliki kompetensi di bidang konstruksi bangunan.
Selain itu, Omaleng juga memerintahkan MS untuk memenangkan TA sebagai pemenang proyek, walaupun kegiatan lelang belum diumumkan. Setelah berhasil memenangkan lelang, MS dan TA melakukan penandatanganan kontrak pembanguan Gereja Kingmi Mile 32. Nilai kontrak dalam kesepakatan itu sebesar Rp 46 miliar.
TA kemudian menggunakan uang itu untuk mensubkontraktorkan seluruh pengerjaan pembangunan gereja ke perusahaan berbeda, yakni PT Kuala Persada Papua Nusantara (KPPN). Hal ini dilakukan tanpa ada perjanjian kontrak dengan Pemkab Mimika.
PT KPPN kemudian menggunakan dan menyewa peralatan dari perusahaan milik Omaleng. TA diduga mendapatkan keuntungan hingga Rp 6,2 miliar dimana TA juga diduga tidak melakukan pekerjaan apapun sesuai dengan kontrak.
Dalam perjalanannya, progres pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 menjadi tidak sesuai dengan jangka waktu penyelesaian yang tertuang dalam kontrak. Termasuk adanya kurang volume pekerjaan, padahal pembayaran pekerjaan telah dilakukan.
Perbuatan ketiga tersangka ini bertentangan dengan ketentuan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Akibatnya, timbul kerugian keuangan negara sekitar Rp 21,6 miliar dari nilai kontrak Rp 46 miliar.
Atas perbuatannya, TA disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.