Terdakwa Kasus HAM Berat Paniai Klaim tak Lihat Penembakan Massa

Isak mengaku memang mendengar suara tembakan tapi tak menghitung berapa kali.

Palu Hakim di persidangan (ilustrasi)
Rep: Rizky Suryarandika Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mayor Infantri Purnawirawan Isak Sattu menyebut tak melihat langsung penembakan aparat terhadap massa pendemo di Lapangan Karel Gobai, Enarotali, Kabupaten Paniai pada 8 Desember 2014. Saat penembakan terjadi, Isak mengeklaim tengah fokus membuka jalur komunikasi dengan Kodim 1705/Paniai.

Isak duduk sebagai terdakwa dalam persidangan kasus HAM berat Paniai yang disiarkan langsung dari Pengadilan Negeri Makassar pada Kamis (3/11/2022). Isak memperkirakan ada sekitar 500 pendemo dalam kejadian itu.

Isak mengaku sempat membuka dialog dengan pendemo bersama beberapa anggota Koramil. Namun dialog itu tak berlangsung lama karena ia menduga ada maksud lain dari para pendemo.

"Saya bertahan di luar (kantor Koramil) adakan dialog. (Pendemo) Ada yang bawa panah, linggis, batu. Mereka ingin nari waita, tapi saya curiga kok bawa senjata tajam. Ini kebiasaan di Papua kalau mau ada perang," kata Isak dalam sidang beragendakan pemeriksaan terdakwa pada Kamis (3/11/2022).

Dalam waktu singkat, situasi makin memanas. Dialog pun tak membuahkan hasil. Isak mengeklaim mendengar kalimat-kalimat provokatif dari arah pendemo.

"Muncul lagi teriak bunuh Koramil bunuh Polsek, itu langsung ada lemparan ke Koramil. Setelah itu situasi mulai brutal, yang brutal itu dengan kekerasan massa lempar batu," ujar Isak.

Atas situasi tersebut, Isak masuk ke dalam kantor Koramil sekaligus menutup pintu gerbang. Ia lantas berupaya melaporkan situasi itu kepada atasannya.

"Saya lapor ke Dandim namun tidak terhubung, saya lanjut ke Kasdim nggak terhubung. Situasi di Koramil Enarotali sudah dilempari massa, sudah hancur ini kantor, anggota kena lempar batu sampai berdarah kepalanya," ucap Isak.

Isak memang mendengar suara tembakan. Namun ia tak menghitung berapa jumlah tembakan yang dilesatkan itu. Ia pun meminta anggota Koramil hanya menembak ke atas sebagai bentuk peringatan.

"Saya tidak ada melihat anggota tembak massa. Saya sambil terus bilang ke anggota untuk amankan diri," klaim dia.

Isak memperkirakan keributan berlangsung sekitar setengah jam. Massa membubarkan diri berkat tembakan peringatan dari anggota Brimob dan Dalmas yang datang membantu Koramil.

"Massa bubar sekitar jam 10.00 (WITA). Massa dibubarkan kepolisian kalau nggak dibubarkan kami hancur terkurung di dalam," ujar Isak.

Peristiwa Paniai Berdarah terjadi pada 8 Desember 2014 di Lapangan Karel Gobai, Enarotali, Kabupaten Paniai. Peristiwa itu terkait dengan aksi personel militer dan kepolisian saat pembubaran paksa aksi unjuk rasa dan protes masyarakat Paniai di Polsek dan Koramil Paniai pada 7-8 Desember 2014.

Baca Juga


Aksi unjuk rasa tersebut berujung pembubaran paksa dengan menggunakan peluru tajam. Empat orang yang tewas dalam pembubaran paksa itu adalah Alpius Youw, Alpius Gobay, Yulian Yeimo dan Simon Degei.

Isak Sattu didakwa melanggar Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, Pasal 37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM). Isak juga diancam pidana dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler