Terdakwa Kasus HAM Berat Paniai Klaim Hanya 'Numpang' di Koramil Enarotali

Isak duduk sebagai satu-satunya terdakwa dalam persidangan kasus HAM berat Paniai

Palu Hakim di persidangan (ilustrasi)
Rep: Rizky Suryarandika Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Mayor Infantri Purnawirawan Isak Sattu mengeklaim dirinya hanya menumpang berada di kantor Koramil 1705-02/Enarotali saat peristiwa unjuk rasa berujung penembakan massa pada 8 Desember 2014. Ia mengaku berada di Koramil sebelum berangkat memenuhi undangan kegiatan dari Bupati Paniai.

Isak duduk sebagai satu-satunya terdakwa dalam persidangan kasus HAM berat Paniai yang disiarkan langsung dari Pengadilan Negeri Makassar pada Kamis (3/11/2022). Isak menceritakan tak mengetahui adanya pengeroyokan aparat TNI terhadap kelompok pemuda di Pondok Natal Tanah Merah pada 7 Desember 2014.

Baca Juga


Ia hanya mengetahui peristiwa yang terjadi pada 8 Desember 2014. "Saat itu saya akan berangkat ke kantor Bupati ikuti undangan, namun saya keluar Koramil dari mobil Koramil nongol dari arah Polsek massa sudah pada datang dari Polsek teriak-teriak, langsung saya kembalikan mobil ke dalam. Kita masuk (koramil). Itu di tanggal 8 hari Senin sekitar jam 09.00 (WIT)," kata Isak dalam sidang beragendakan pemeriksaan terdakwa pada Kamis (3/11/2022).

Setelah memasukkan mobil ke Koramil, Isak dan beberapa anggota Koramil berencana mendatangi massa untuk menanyakan tujuan berkumpul. Isak sempat lebih dulu mendapat informasi dari tukang ojek yang kebetulan melewati kantor Koramil sebelum menjumpai massa.

"Ada ojek lewat sampaikan bahwa tadi malam (7/12/2014) ada pemukulan di Pondok Natal sekarang ada pemalangan (jalan)," ujar Isak.

Isak menegaskan kehadirannya di Koramil 1705-02/Enarotali sekadar menumpang. Sebab dirinya tak punya kantor tersendiri. Adapun jabatan Perwira Penghubung (Pabung) yang diembannya bertanggungjawab untuk mengkoordinasikan antara Danramil dengan Dandim.

"Saat itu saya di Koramil hanya numpang karena jabatan saya Pabung dan tidak ada kantor, hanya perintah dari Dandim bahwa numpang saja di Koramil," ujar Isak.

Selama ini, Isak menyebut koordinasi dengan Dandim dan Danramil dilakukan lewat komunikasi langsung. Ia tak bisa membuat laporan tertulis karena tak didukung perangkat yang memadai. "Saya tidak ada kantor bagaimana mau update, saya tidak ada perangkat untuk buat laporan tertulis," sebut Isak.

Diketahui, peristiwa Paniai Berdarah terjadi pada 8 Desember 2014 di Lapangan Karel Gobai, Enarotali, Kabupaten Paniai. Peristiwa itu terkait dengan aksi personel militer dan kepolisian saat pembubaran paksa aksi unjuk rasa dan protes masyarakat Paniai di Polsek dan Koramil Paniai pada 7-8 Desember 2014.

Aksi unjuk rasa tersebut berujung pembubaran paksa dengan menggunakan peluru tajam. Empat orang tewas dalam pembubaran paksa itu. Mereka adalah
Alpius Youw, Alpius Gobay, Yulian Yeimo dan Simon Degei. Sedangkan puluhan massa menjadi korban luka-luka.

Isak Sattu didakwa melanggar Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, Pasal 37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM). Isak juga diancam pidana dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler