Staf TikTok di China Dapat Akses Data Pengguna Inggris dan Uni Eropa

Tiktok izinkan karyawan tertentu mengakses data secara jarak jauh.

AP/Martin Meissner
Platform berbagi video TikTok telah memberi tahu pengguna bahwa beberapa pekerjanya di China memiliki akses ke data akun di Inggris dan Uni Eropa (UE).
Rep: Meiliza Laveda Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Platform berbagi video TikTok telah memberi tahu pengguna bahwa beberapa pekerjanya di China memiliki akses ke data akun di Inggris dan Uni Eropa (UE). Kebijakan privasi itu dilakukan berdasarkan kebutuhan pekerjaan karyawan.

Baca Juga


Namun, itu mendapat sorotan dari pihak berwenang di seluruh dunia, termasuk Inggris dan Amerika Serikat (AS). Mereka khawatir data dapat diteruskan ke pemerintah China.

TikTok mengatakan kebijakan itu berlaku untuk wilayah ekonomi Eropa, Inggris, dan Swiss. Kepala Privasi Platform untuk Eropa Elaine Fox mengatakan tim global membantu menjaga pengalaman pengguna dengan aman.

“Kami mengizinkan karyawan tertentu dalam grup perusahaan kami yang berlokasi di Brasil, Kanada, China, Israel, Jepang, Malaysia, Filipina, Singapura, Korea Selatan, dan AS akses jarak jauh ke data pengguna TikTok Eropa," kata Fox, dikutip BBC, Kamis (3/11/2022).

"Upaya kami berpusat pada pembatasan jumlah karyawan yang memiliki akses ke data pengguna Eropa, meminimalkan aliran data di luar kawasan, dan menyimpan data pengguna Eropa secara lokal," tambahnya.

Dia juga mengatakan pendekatan itu patuh terhadap rangkaian kontrol keamanan dan protokol persetujuan yang kuat serta melalui metode di bawah Regulasi Umum Perlindungan Data (GDPR). Salah seorang pejabat AS menyerukan agar TikTok dilarang di Amerika. "Saya tidak percaya ada jalan ke depan untuk apa pun selain larangan terhadap TikTok," kata Komisaris di Komisi Komunikasi Federal (FCC) Brendan Carr.

 

Pemilik TikTok, ByteDance, telah berulang kali membantah bahwa itu dikendalikan oleh pemerintah China. Di saat yang sama, aplikasi juga telah berada di bawah pengawasan ketat oleh pihak berwenang di Inggris, UE, dan AS.

Parlemen Inggris menutup akun TikToknya pada Agustus setelah anggota parlemen menyuarakan kekhawatiran tentang risiko data diteruskan ke pemerintah China. Anggota parlemen senior dan rekan-rekannya telah meminta akun itu dihapus sampai TikTok memberikan jaminan bahwa tidak ada data yang diserahkan ke China.

Sementara itu pada tahun 2020, panel keamanan nasional AS memerintahkan ByteDance untuk menjual operasinya di Amerika karena kekhawatiran bahwa data pengguna dapat dibagikan dengan otoritas China. Pada Juni tahun ini TikTok mengatakan telah memigrasikan informasi pengguna AS ke server yang dijalankan oleh raksasa perangkat lunak Amerika Oracle di Austin, Texas.

 

Bulan lalu, TikTok membantah laporan bahwa tim ByteDance yang berbasis di China berencana menggunakan aplikasi tersebut untuk melacak lokasi warga AS. TikTok mengatakan data tidak pernah digunakan untuk menargetkan pemerintah Amerika, aktivis, tokoh masyarakat atau jurnalis.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler