Legislator: BPKN Harus Aktif Beri Perlindungan Konsumen Kasus Gagal Ginjal Akut

BPKN dan jajarannya harus lebih mampu memberikan perlindungan pada masyarakat

Edi Yusuf/Republika
Petugas menunjukkan obat sirup yang boleh dikonsumsi saat melakukan sidak obat sirup di sebuah apotek di Jalan Buah Batu, Kota Bandung.
Rep: Haura Hafizhah Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VI DPR RI Harris Turino meminta Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) memberikan perlindungan pada masyarakat, khususnya terkait meninggalnya ratusan anak karena gagal ginjal anak yang diduga disebabkan mengkonsumsi obat sirup.

"BPKN seharusnya menekan Badan Perlindungan Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan perusahaan farmasi untuk bertanggung jawab dalam kasus gagal ginjal akut pada anak," katanya pada Jumat (4/11/2022).

Kemudian, ia melanjutkan BPKN dan jajarannya harus lebih mampu memberikan perlindungan pada masyarakat, terutama memberikan tekanan pada BPOM, Kemenkes dan perusahaan farmasi atau pihak lain yang dinyatakan bertanggung jawab dalam kasus tersebut.

Ia menambahkan jika BPKN tidak memberikan tekanan kepada pihak-pihak tersebut maka lembaga tersebut belum menjalankan amanat Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Menurutnya, kasus gagal ginjal akut pada anak disebutkan karena adanya cemaran zat Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) padahal bakan baku untuk obat wajib melakukan uji bahan agar sesuai standar.

"Sementara itu bahan baku tambahan memang tidak wajib dilakukan uji. Dasarnya untuk melihat bahan baku tambahan itu yaitu sertifikat yang dikeluarkan suplier bahan baku," kata dia.

BPKN juga harus mewaspadai bahwa zat pelarut tersebut juga dijual pada industri makanan misalnya untuk selai dan yogurt. "Hal tersebut harus hati-hati karena bisa berdampak besar pada masyarakat," kata dia.

Sebelumnya diketahui, Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril menyampaikan, Kementerian Kesehatan mencatat sebanyak 323 kasus gagal ginjal akut di Indonesia hingga 3 November 2022. Kasus yang ditemukan itu sudah menyebar hingga di 28 provinsi.

"Saat ini sudah ada 28 provinsi dengan 323 kasus. Dari 28 provinsi, ada yang dirawat masih 34,” kata Syahrir saat konferensi pers secara daring, Jumat (4/11/2022).

Baca Juga


Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler