Dukung Transisi Energi, Dirut Holding Perkebunan Paparkan Kontribusi PTPN Group
Negara akan memiliki alternatif energi mengurangi beban ketergantungan impor BBM.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Holding Perkebunan Nusantara menjadi salah satu BUMN yang turut serta dalam gelaran SOE International Conference & Expo 2022: Driving Sustainable and Inclusive Growth di Nusa Dua, Bali beberapa waktu lalu. SOE International Conference menghadirkan pameran yang menampilkan kinerja, inisiatif, dan program BUMN dengan fokus pada keberhasilan transformasi dan tiga prioritas Presidensi G20, yakni arsitektur layanan kesehatan, inklusi ekonomi melalui digitalisasi dan transisi energi.
Salah satu bentuk dukungan Holding Perkebunan Nusantara terhadap transisi energi ramah lingkungan, adalah melalui kerja sama dengan Pertamina NRE, dalam hal ini Pertagas Niaga terkait pemanfaatan compressed biomethane. “Kerja sama ini sejalan dengan Program Strategis PTPN yang juga ditetapkan sebagai Program Strategis Nasional (PSN),” ujar Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (persero) Mohammad Abdul Ghani, usai penandatanganan perjanjian itu.
Pemanfaatan compressed biomethane, kata Abdul Ghani, selain akan berkontribusi baik terhadap lingkungan, juga diharapkan mampu mengurangi impor LPG sehingga membantu penghematan keuangan negara. “PTPN III (Persero) selaku induk Holding di klaster perkebunan dan kehutanan, juga mencanangkan program Akselerasi Pengembangan Energi Baru Terbarukan melalui pengembangan pabrik BioCNG berbasis limbah cair kelapa sawit (POME),” ujarnya.
Abdul Ghani menyampaikan, kerja sama antara kedua belah pihak mencakup pengembangan fasilitas produksi biomethane. Nantinya, PTPN III (persero) akan menyuplai bahan baku berupa limbah cair kelapa sawit atau palm oil mill effluent (POME) yang dihasilkan dari pabrik kelapa sawit (PKS) milik PTPN III di Bah Jambi, Sei Silau, dan Sei Meranti.
POME akan diolah menjadi biogas dan kemudian dilakukan pemurnian serta dikompresi menjadi compressed biomethane di plant milik Pertamina NRE. Sedangkan Pertagas Niaga membeli compressed biomethane dari Pertamina NRE dengan total volume mencapai 300 MMBTU per hari per lokasi PKS.
Komitmen PTPN Group dalam mendukung transisi energi bersih juga dilakukan melalui revitalisasi industri gula nasional, yakni dengan membentuk PT Sinergi Gula Nusantara atau SugarCo, sebagai subholding industri gula. Abdul Ghani mengatakan, pembentukan SugarCo akan berperan besar dalam mendukung ketahanan pangan sekaligus energi nasional.
“Selain solusi untuk percepatan swasembada gula konsumsi, peningkatan kesejahteraan petani tebu, dan menjaga stok gula konsumsi untuk stabilisasi harga, SugarCo juga diproyeksikan untuk mewujudkan kedaulatan energi melalui bioethanol berbasis tanaman tebu yang memberi kontribusi nyata terhadap Biofuel sebagai energi baru terbarukan (EBT),” paparnya.
Sejalan dengan peningkatan produktivitas gula yang dilakukan PT SGN, kata Abdul Ghani, nantinya produksi bioethanol berbasis tebu yang memberikan kontribusi nyata pada biofuel diharapkan dapat turut meningkat. Dari 394 ribu kiloliter produksi bioethanol nasional di 2022, ditargetkan untuk bisa menghasilkan 1,2 juta kiloliter bioethanol di tahun 2030.
“Potensi campuran bahan bakar minyak dari enam persen pada 2022, menjadi 13,8 persen pada 2030. Ini sejalan dengan sustainable energy transition yang menjadi salah satu agenda prioritas G-20 di Bali, selain global health architecture dan digital transformation,” ujarnya.
Abdul Ghani mengatakan, berbagai upaya tersebut adalah hal yang penting dilakukan untuk bauran energi kendaraan yang ramah lingkungan. ”Dengan demikian, negara akan memiliki alternatif energi untuk mengurangi beban ketergantungan impor BBM,” ujarnya.