Tingginya Angka Putus Obat dan Diskriminasi Penderita HIV/AIDS Jadi Pertimbangan Raperda

Raperda ini baru diusulkan oleh Pemda DIY beberapa waktu lalu.

Flickr
Tingginya Angka Putus Obat dan Diskriminasi Penderita HIV/AIDS Jadi Pertimbangan Raperda (ilustrasi).
Rep: Silvy Dian Setiawan Red: Muhammad Fakhruddin

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- DPRD DIY mengadakan public hearing untuk mendukung Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penanggulangan HIV/AIDS. Public hearing ini dilakukan dengan mendatangkan sejumlah yayasan terkait penanggulangan HIV/AIDS di DIY.

Baca Juga


Ada beberapa permasalahan yang diangkat terkait penanggulangan HIV/AIDS dalam kegiatan tersebut. Seperti tingginya angka putus obat dan diskriminasi bagi penderita HIV/AIDS.

Permasalahan-permasalahan tersebut akan dijadikan pertimbangan dalam pembahasan Raperda tentang Penanggulangan HIV/AIDS. Pasalnya, raperda ini baru diusulkan oleh Pemda DIY beberapa waktu lalu.

"Memberikan apresiasi besar kepada perjuangan seluruh yayasan penanggulangan HIV/AIDS selama ini, dan semua masukan yang telah dipaparkan akan menjadi pertimbangan dalam Raperda tentang Penanggulangan HIV/AIDS," kata Sekretaris Komisi A DPRD DIY, Retno Sudiyanti.

Perwakilan Yayasan Victory Plus Yogyakarta, Magdalena mengatakan, angka putus obat bagi orang dengan HIV/AIDS di DIY masih tinggi. Padahal, penderita HIV/AIDS membutuhkan pengobatan jangka panjang yang berkesinambungan.

Magdalena menjelaskan, penderita HIV/AIDS ini membutuhkan pengobatan seumur hidup. Kepatuhan atau disiplin dalam menjalani pengobatan merupakan hal yang sangat penting bagi penderita HIV/AIDS.

Pasalnya, dengan pengobatan yang tidak teratur dan tidak sesuai anjuran, maka risiko kematian terhadap penderita penyakit ini sangat tinggi. "Apabila terjadi putus pengobatan maka terdapat resiko kematian pengidap HIV," kata Magdalena.

Selain itu, Magdalena juga menyinggung terkait diskriminasi yang dialami oleh penderita HIV/AIDS. Sebab, saat ini masih banyak penderita HIV/AIDS yang mendapat stigma negatif dari masyarakat.

Magdalena menegaskan, hal ini membuktikan bahwa permasalahan yang dialami penderita HIV/AIDS tidak hanya terkait permasalahan kesehatan. Namun, juga terkait permasalahan pemberdayaan.

"Banyak pasien yang kehilangan pekerjaannya setelah dinyatakan mengidap HIV," ujarnya.  

Bahkan, banyak penderita HIV/AIDS ini yang bahkan kehilangan pekerjaan. Meski begitu, Magdalena menekankan bahwa penderita HIV/AIDS pada dasarnya dapat kembali bekerja layaknya orang sehat lainnya.

"Setelah mendapatkan berbagai pengobatan, sehingga ia bisa kembali sehat, ia bisa kembali memiliki keterampilan, spirit dalam bekerja, dan produktif dalam bekerja," jelas Magdalena.

Sebelumnya, Pemda DIY mengusulkan Raperda tentang Penanggulangan HIV/AIDS pada Oktober 2022 lalu kepada DPRD DIY. Wakil Gubernur DIY, KGPAA Paku Alam X mengatakan, DIY sebelumnya sudah memiliki regulasi yang mengatur penanggulangan HIV/AIDS yakni Peraturan Daerah Nomor 12 tahun 2010 tentang Penanggulangan HIV/AIDS.

Meskipun begitu, pihaknya menilai peraturan daerah tersebut perlu diganti. Pergantian disesuaikan dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat saat ini.

Raperda yang diusulkan Pemda DIY tersebut akan menggantikan peraturan daerah lama, dengan perbaikan-perbaikan kebijakan yang dibutuhkan dalam rangka penanggulangan HIV/AIDS di DIY. Pakualam X berharap DPRD DIY menyambut baik pengajuan raperda ini.

"Dan selanjutnya dapat dilaksanakan pembahasan serta nantinya mendapatkan persetujuan dari pimpinan dan seluruh anggota DPRD DIY," kata Paku Alam X.

Ia juga menuturkan bahwa pemda menempatkan upaya penanggulangan HIV/AIDS sebagai salah satu prioritas pembangunan di bidang kesehatan. Hal ini juga sebagai salah satu tugas dan kewajiban pemda dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Ia menyebut, HIV/AIDS harus ditanggulangi secara tepat. Pasalnya, HIV/AIDS dapat mengakibatkan berbagai hal, salah satunya penurunan kualitas sumber daya manusia (SDM).

"Epidemi HIV/AIDS jika tidak ditanggulangi secara adequate akan mengakibatkan menurunnya kualitas SDM, kematian akibat infeksi oportunistik, dan meningkatnya beban pelayanan kesehatan masyarakat," ujar Paku Alam X.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler