Polusi CO2 dari Bahan Bakar Fosil Capai Titik Tertinggi Sepanjang Masa

Emisi dari minyak didorong oleh kembalinya penerbangan setelah pandemi.

dok. istimewa
Fasilitas apron pesawat udara di Bandara Internasional Jenderal Ahmad Yani, Kota Semarang. Kembalinya sektor penerbangan meningkatkan emisi karbon.
Rep: Fergi Nadira Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO - Para ilmuwan mengatakan emisi karbon dioksida dari bahan bakar fosil naik satu persen pada  2022 untuk mencapai titik tertinggi sepanjang masa. Hal ini diperoleh dari laporan Anggaran Karbon Global yang dirilis Jumat (11/11/2022) selama KTT Iklim COP 27 PBB.

Laporan tersebut mengungkapkan kesenjangan antara janji-janji yang telah dibuat oleh pemerintah, perusahaan untuk mengurangi emisi pemanasan planet di tahun-tahun mendatang, dan tindakan mereka. Emisi dari minyak yang didorong oleh kembalinya penerbangan setelah pandemi Covid-19, mungkin akan naik lebih dari dua persen dibandingkan dengan tahun lalu. Sementara emisi dari batu bara akan mencapai rekor baru.

“Minyak lebih didorong oleh pemulihan dari COVID, dan batu bara dan gas lebih didorong oleh peristiwa di Ukraina," ujar direktur riset di lembaga penelitian iklim CICERO di Norwegia,  Glen Peters seperti dikutip laman Aljazirah, Jumat (11/11/2022).

Menurut laporan yang diteliti 100 ilmuwan, emisi CO2 global dari semua sumber, termasuk deforestasi, akan mencapai 40,6 miliar ton, tepat di bawah level rekor pada 2019. Sekitar 90 persennya adalah hasil pembakaran bahan bakar fosil.

Peters sebagai salah satu penulis laporan mengungkapkan bahwa data menunjukkan kenaikan tersebut konsisten dengan tren yang mendasarinya dan sangat mengkhawatirkan. Kini emisi lima persen di atas apa yang terjadi ketika Perjanjian Paris ditandatangani pada tahun 2015.

Angka-angka baru menunjukkan betapa sulitnya mengurangi emisi cukup cepat dalam memenuhi tujuan Paris untuk membatasi pemanasan global pada 1,5 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri. Pemanasan di luar ambang batas itu berisiko memicu titik kritis berbahaya dalam sistem iklim.

Pemanasan sebesar 1,2C (34,2F) hingga saat ini telah memicu cuaca yang lebih ekstrem seperti gelombang panas, kekeringan, banjir, dan badai tropis yang semakin merusak dengan naiknya air laut. Laporan tersebut menunjukkan emisi tahun ini akan meningkat sebesar 1,5 persen di Amerika Serikat dan enam persen di India, masing-masing penghasil emisi terbesar kedua dan ketiga di dunia.

Sementara output CO2 dari Cina, pencemar terbesar di dunia, kemungkinan akan turun sebesar 0,9 persen sebagai akibat dari strategi nol-COVID Beijing, yang membatasi pertumbuhan ekonomi. Invasi Rusia ke Ukraina telah mendorong perebutan sumber energi alternatif, termasuk batubara intensif karbon, emisi Eropa juga sedikit menurun.


Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler