Menjadi Ayah dan Suami Teladan yang Diajarkan Islam
Islam mengajarkan bagaimana sikap laki-laki sebagai suami dan ayah.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Sejak diturunkannya agama Islam, banyak tradisi jahiliyah yang dihapuskan secara berangsur-angsur. Salah satu tradisi tersebut adalah mendidik kaum laki-laki untuk menghargai perempuan dan anak kecil.
Pada masa jahiliyah, perempuan dianggap separuh manusia dan bahkan apabila seseorang memiliki anak perempuan dalam keluarganya, hal demikian dianggap sebagai aib. Sudah tentu dengan tradisi yang mengakar seperti itu, peran laki-laki atau ayah dalam rumah tangga cenderung enggan untuk menampakkan kehangatan dan juga pengasuhan yang baik bagi anak-anaknya.
Ustazah Annisa Nurul Hasanah dari El-Bukhari Institute mengatakan, pada masa Rasulullah SAW tradisi demikian masih cukup terasa yang kemudian dihapuskan oleh beliau melalui teladan yang dicontohkan. Pengasuhan dan juga pendidikan terhadap anak-anak di rumah tak biasa digawangi oleh kalangan kaum laki-laki. Sehingga ketika Rasulullah SAW menciumi cucu-cucunya yakni Hasan dan Husein, seorang sahabat kaget melihatnya dan bertanya mengapa Rasulullah melakukan hal itu.
“Lalu Rasulullah bilang, barang siapa yang tidak menyayangi maka dia tidak disayangi,” kata Ustazah Nisa saat dihubungi Republika, belum lama ini.
Perilaku Rasulullah SAW yang penuh dengan kelembutan itu bukan hanya sekali ditunjuķkan. Dalam banyak riwayat, kata dia, para sahabat Nabi kerap kali melihat perilaku Rasulullah SAW yang hangat dan dekat dengan istri serta anak-anaknya serta tak segan ikut serta dalam urusan pekerjaan rumah tangga.
Nabi Muhammad SAW bukanlah pribadi yang acuh terhadap pola pengasuhan. Di Indonesia jika ditarik satu dekade terakhir, peran ayah dalam rumah tangga boleh dibilang minim. Stigmatisasi bahwa pekerjaan rumah tangga adalah domain perempuan semata masih berkembang pada masa itu.
“Tapi sekarang geliat kaum ayah untuk ‘melek’ terhadap urusan rumah tangga mulai terlihat. Kalau dulu anak lihat ayahnya itu kayak ‘angker’, sekarang sudah mulai cair dan luwes,” kata dia.
Rasa ingin tahu perihal agama serta masifnya gerakan hijrah belakangan ini bisa saja menjadi pemicu kembali kaum Muslim untuk bercermin kepada teladan Rasulullah. Bahwa menjadi ayah yang teladan, kata dia, mau tidak mau haruslah berpatokan pada apa yang telah dicontohkan Nabi.
Namun demikian dia berpesan agar jarak yang telah mendekat antara anak dengan ayah, atau pun antara ayah dengan urusan rumah tangga, jangan dilakukan tanpa kontrol sama sekali. Seorang ayah harus tetap memiliki ketegasan dalam memimpin rumah tangga.
Pendakwah Ustazah Dedeh Rosidah atau yang akrab disapa Mamah Dedeh mengatakan, dalam rumah tangga harus ada unsur kesalingan satu sama lain. Antara suami dengan istri harus saling berbagi tugas dalam rumah tangga, sebab rumah tangga tersebut adalah tanggung jawab keduanya.
“Rumah tangga itu menyatukan dua orang, dua keluarga. Karena berdua, maka tanggung jawabnya berdua. Termasuk dalam berbagi tugas, ya berdua,” kata Mamah Dedeh.
Berdasarkan Surah Ar-Rum ayat 21, salah satu poin yang ditekankan dalam ayat tersebut adalah bahwa pernikahan merupakan salah satu tanda di antara hadirnya kekuasaan-kekuasaan Allah. Dia menyebut, laki-laki bertugas mengatur rumah tangga dan melindungi istri.
Mamah Dedeh mengutip pernyataan Imam Syafii tentang peran suami dalam urusan rumah tangga. Menurutnya, tugas istri dalam rumah tangga adalah melayani kebutuhan seksual suami. Sehingga bukanlah kewajiban bagi istri untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga seperti menyapu, mengepel, dan lainnya.
“Tidak ada kewajiban bagi istri untuk nyuci, ngepel, nyetrika, nggak ada menurut Imam Syafii. Suami bahkan berkewajiban mencarikan pembantu untuk istri,” kata dia,
Namun demikian, kata Mamah Dedeh, apabila suami belum mampu menyediakan pembantu untuk istri maka tugas rumah tangga boleh dikerjakan berdua. Artinya, kata Mamah Dedeh, urusan rumah tangga dilakukan berdua dan saling bekerja sama.
Dalam syari-syair barzanji kerap disebutkan, Mamah Dedeh melanjutkan, Rasulullah SAW merupakan pribadi yang mandiri. Beliau tidak pernah memerintah istrinya dengan semena-mena. Bahkan Nabi Muhammad SAW dalam sejumlah riwayat disebutkan menjahit bajunya sendiri, mengambil minumnya sendiri, dan lain sebagainya.
“Sehingga kalau ada suami-suami yang dengan nada kasar merintah-merintah istri untuk ambil minum, ambil ini, ambil itu, namanya dia sombong. Nabi saja nggak begitu. Rasulullah akhlaknya mulia,” kata Mamah.