Majelis Umum PBB Setuju Resolusi Desak Rusia Ganti Rugi Kerusakan di Ukraina

Majelis Umum PBB setuju resolusi yang menyerukan agar Rusia ganti rugi perang

AP Photo/Efrem Lukatsky
Asap mengepul setelah penembakan Rusia di Kyiv (Kiev), Ukraina, Selasa, 18 Oktober 2022.
Rep: Dwina Agustin Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (MU PBB) menyetujui resolusi yang menyerukan agar Rusia dimintai pertanggungjawaban karena melanggar hukum internasional dengan menyerang Ukraina, Senin (14/11/2022). Resolusi ini pun memuat permintaan ganti rugi atas kerusakan yang meluas di Ukraina dan bagi warga Ukraina yang meninggal dan terluka selama perang.

Pemungutan suara yang dilakukan menghasilkan 94-14 dengan 73 abstain. Jumlah ini mendekati tingkat dukungan terendah yang diterima oleh salah satu dari lima resolusi terkait Ukraina yang diadopsi oleh Majelis Umum sejak invasi Rusia pada 24 Februari ke tetangganya.

Resolusi tersebut mengakui kebutuhan untuk membangun mekanisme internasional untuk reparasi atas kerusakan, kerugian, atau cedera yang timbul dari tindakan salah Rusia terhadap Ukraina. Resolusi itu merekomendasikan agar negara-negara anggota Majelis Umum bekerja sama dengan Ukraina membuat daftar internasional untuk mendokumentasikan klaim dan informasi tentang kerusakan, kerugian, atau cedera pada warga Ukraina dan pemerintah yang disebabkan oleh Rusia.

Sebelum pemungutan suara oleh 193 perwakilan negara, Duta Besar Ukraina untuk PBB Sergiy Kyslytsya mengatakan, Rusia telah mencoba yang terbaik untuk menghancurkan Ukraina. Dia mengutip pengeboman dan penembakan Rusia di kota dan desa Ukraina.

"Menargetkan segala sesuatu mulai dari tanaman dan pabrik hingga bangunan tempat tinggal, sekolah, rumah sakit, dan taman kanak-kanak," ujar Kyslytsya.

Kyslytsya juga mengutip laporan tentang kekejaman yang dilakukan oleh Rusia di wilayah yang didudukinya, termasuk pembunuhan, pemerkosaan, penyiksaan, deportasi paksa, dan penjarahan. "Ukraina akan memiliki tugas berat untuk membangun kembali negaranya dan pulih dari perang ini. Namun pemulihan itu tidak akan pernah lengkap tanpa rasa keadilan bagi para korban perang Rusia," ujarnya.

Dalam menetapkan mekanisme untuk mendokumentasikan klaim, menurut Kyslytsya, Ukraina berkomitmen pada proses yang transparan, tidak memihak, dan objektif. Rangkaian itu akan dikelola dan diawasi oleh komunitas internasional untuk menghindari persepsi bias sekecil apa pun.

"Sudah waktunya untuk meminta pertanggungjawaban Rusia,” kata Kyslytsya menyebut resolusi itu sebagai sinyal harapan untuk keadilan.

Sedangkan Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia mendesak anggota Majelis Umum untuk memberikan suara menentang resolusi tersebut. Dia menyebutnya sebagai upaya untuk melegalkan sesuatu yang dari pandangan hukum internasional tidak dapat disahkan.

Nebenzia menyatakan, Barat melakukan apa saja untuk memberikan lapisan legitimasi untuk mulai membekukan pengeluaran atau mencuri aset Rusia sebesar miliaran dolar. Dia menuduh Barat mencari keputusan Majelis Umum sebagai tabir untuk menyembunyikan perampokan tersebut yang penerima manfaatnya akan menjadi perusahaan militer Barat.

"Persetujuan resolusi hanya dapat meningkatkan ketegangan dan ketidakstabilan di seluruh dunia,” kata Nebenzia memperingatkan pendukung resolusi akan terlibat dalam perampasan ilegal aset berdaulat negara ketiga.



Sebanyak 16 negara dan Palestina menggemakan dukungan kepada Rusia. Mereka mengatakan dalam pernyataan bersama bahwa resolusi itu tidak memiliki dasar hukum yang memadai. Mereka mengatakan negara-negara yang menderita campur tangan asing, kolonialisme, perbudakan, penindasan, sanksi sepihak, dan tindakan salah internasional lainnya, juga berhak atas pemulihan, reparasi, dan keadilan yang harus ditangani melalui proses hukum yang sehat.

Duta Besar Kanada untuk PBB Robert Rae membalas bahwa resolusi tersebut tidak menyebutkan perampasan aset secara paksa atau penghancuran kekuatan negara-negara berdaulat. Dia mengatakan,a Rusia hanya membuat tuduhan karena tidak mau mengakui seruan resolusi untuk mendaftarkan dokumen internasional dalam bukti kerusakan, kehilangan, dan cedera. "Majelis tidak diminta menjalankan fungsinya sebagai hakim atau juri,” ujarnya.

Rae menyatakan, klaim Rusia bahwa resolusi tersebut adalah rencana Barat yang sistematis untuk mencuri aset negara-negara berdaulat adalah  omong kosong belaka. "Itu tidak masuk akal, dan kita harus berani mengatakannya," katanya.

sumber : AP
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler